Senin 30 Mar 2020 13:45 WIB

Apakah Sinar Ultraviolet Bisa Membunuh Virus Corona?

Sinar ultraviolet C telah digunakan dalam memerangi virus corona penyebab SARS.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
Bermandi sinar matahari. Sinar ultraviolet telah dimanfaatkan untuk memerangi virus corona penyebab SARS di China.
Foto: Needpix
Bermandi sinar matahari. Sinar ultraviolet telah dimanfaatkan untuk memerangi virus corona penyebab SARS di China.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Di tengah pandemi Covid-19, saran untuk berjemur di bawah sinar matahari di pagi hari begitu populer di berbagai kalangan masyarakat. Namun. apakah sinar ultraviolet (UV) dari sinar matahari betul-betul efektif membunuh virus corona penyebab Covid-19?

Paparan sinar matahari mengandung tiga jenis UV. Pertama, ada UV A. Hampir 95 persen radiasi yang mencapai permukaan bumi adalah UV A.

Baca Juga

UV A mampu menembus jauh bahkan ke dalam kulit. Itu artinya, sinarnya berkontribusi pada penuaan kulit, keriput hingga bintik-bintik penuaan.

Selanjutnya, ada UV B, yang dapat merusak DNA di kulit manusia. Radiasi UV B bisa menyebabkan kulit terbakar dan memicu kanker kulit. Maka dari itu, para ahli menyarankan agar setiap orang menggunakan tabir surya untuk menghalau dampak buruk dari kedua paparan sinar UV tersebut.

Ada juga tipe ketiga, yakni UV C. Bagian spektrum yang relatif tidak jelas ini terdiri dari panjang gelombang cahaya yang lebih pendek dan lebih energik.

UV C diyakini bisa menghancurkan partikel virus pada manusia. Namun, sebagian besar dari kita tidak pernah merasakan UV C, lantaran radiasinya tersaring oleh lapisan ozon di atmosfer.

Karena alasan itulah, para ahli memanfaatkan UV C untuk membunuh mikroorganisme. Sejak ditemukan pada tahun 1878, UV C mulai diproduksi secara artifisial dan kemudian digunakan di rumah sakit, pesawat terbang, kantor, bahkan pabrik. Pertanyaannya kemudian apakah UV C bisa membunuh Covid-19?

Meskipun belum ada penelitian yang melihat bagaimana UV C memengaruhi Covid-19 secara khusus, penelitian sebelumnya menemukan bahwa UV C dapat dimanfaatkan membunuh virus corona lain, seperti SARS. Radiasi UV C membelokkan struktur materi genetik virus dan mencegah partikel virus bermutasi lebih banyak.

Di China, UV C digunakan sebagai “senjata” di garis depan dalam pertarungan melawan Covid-19. Seluruh bus diterangi oleh lampu yang memancarkan sinar biru suram setiap malam, sementara pasukan robot pemancar UV C membersihkan lantai di rumah sakit. Beberapa bank di China bahkan telah menggunakan lampu UV C sebagai disinfeksi uang mereka.

Dan Arnold, seorang karyawan di perusahaan penyedia teknologi UV C mencatat lonjakan permintaan selama pandemi Covid-19. Untuk memenuhi kebutuhan di berbagai negara, Arnold mengatakan bahwa kini perusahaan tengah meningkatkan produksi.

“Teknologi UV Light telah ludes dipesan. Kami akan segera meningkatkan produksi untuk memenuhi pesanan,” demikian kata Arnold dilansir BBC, Senin (30/3).

Namun begitu, Arnold memperingatkan bahwa paparan UV C juga bisa membahayakan bagi tubuh. Untuk itu, agar tetap aman dan terlindungi, setiap orang butuh peralatan dan pelatihan khusus ketika hendak menerima paparan UV C.

Penelitian sebelumnya tentang SARS menemukan bahwa virus SARS yang diekspos ke UV A selama 15 menit tidak menghasilkan dampak yang signfikan. Sementara itu, studi lain menemukan bahwa semakin lama partikel flu terpapar sinar matahari maka semakin kecil kemungkinannya untuk menular.

Sayangnya, penelitian itu mengamati virus flu yang melayang di udara, bukannya mengering pada benda. Karenanya, sejauh ini, belum ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa berjemur di bawah sinar matahari pagi mampu membunuh Covid-19.

Jadi, ketika virus ada di dalam tubuh, tentu virusnya tidak bisa dibasmi dengan berjemur. Namun, berjemur selama 15 menit antara pukul 10.00 WIB hingga 15.00 WIB dapat membantu meningkatkan imunitas tubuh.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement