REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Aliansi UII Bergerak meminta Rektorat Universitas Islam Indonesia (UII) mengusut kasus kekerasan seksual yang terjadi beberapa tahun lalu. Kasus ini sendiri melibatkan IM, alumni Jurusan Arsitektur UII angkatan 2012 yang lulus 2016.
Sikap dikeluarkan setelah mereka mendapat informasi dari dua penyintas yang tidak puas atas reaksi kampus menanggapi kasus tersebut. Narahubung Aliansi UII Bergerak, Ahmar, mengonfirmasi pernyataan sikap itu.
"Benar dari Aliansi UII Bergerak, dan diisi mahasiswa/mahasiswi aktif UII," kata Ahmar kepada Republika.co.id, Rabu (29/4).
Pelaku IM disebut tidak cuma belum mendapat hukuman tapi justru terus-menerus mendapat ruang menjadi pembicara di seminar-seminar UII. Bahkan, menjadi pembicara di Program Inspirasi UII yang dimuat di YouTube.
Untuk itu, Aliansi UII Bergerak mengeluarkan empat sikap. Pertama, menuntut Rektor UII menutup akses IM di kampus baik secara offline maupun online, termasuk tidak memberi kesempatan untuk jadi dosen pada masa mendatang.
Kedua, menuntut UII segera membentuk Tim Adhoc yang berpihak ke penyintas berisikan mahasiswa, dosen dan kemahasiswaan. Tujuannya, tidak lain guna menyelidiki kasus kekerasan sekesual yang dilakukan IM.
Ketiga, menuntut UII menjamin keamanan penyintas, termasuk mendapat jaminan akses pendampingan psikologi. UII diingatkan dalam kasus kekerasan seksual keselamatan dan perlindungan penyintas merupakan prioritas utama.
Keempat, menuntut UII membentuk Tim Penyusun Draft Regulasi Khusus terkait penanganan kasus kekerasan seksual. Terdiri dari dosen, mahasiswa dan psikolog yang berpihak kepada penyintas.
Ahmar menekankan, tuntutan ini diajukan tanpa mengesampingkan pendekatan-pendekatan konseling kepada penyintas yang butuh usaha lebih besar dan luas. Sejauh ini, Aliansi UII Bergerak masih menanti jawaban dari Rektorat UII.
"Secara resmi Rektorat belum ada menanggapi rilis ini," ujar Ahmar.