Thursday, 12 Jumadil Awwal 1446 / 14 November 2024

Thursday, 12 Jumadil Awwal 1446 / 14 November 2024

Respons Mahfud, Bamsoet: Jangan Buru-Buru Longgarkan PSBB

Ahad 03 May 2020 14:59 WIB

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Teguh Firmansyah

Posko titik pengawasan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah kota Tangerang Selatan nampak sepi, Ahad (3/5) siang

Posko titik pengawasan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah kota Tangerang Selatan nampak sepi, Ahad (3/5) siang

Foto: Republika/Abdurrahman Rabbani
Pelonggaran PSBB jangan dulu dilakukan sampai penyebaran Covid-19 terkendali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD mengungkapkan rencana pemerintah melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Hal itu dilakukan agar masyarakat tidak stres selama PSBB.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengingatkan agar pemerintah tidak terburu-buru melakukan relaksasi atau pelonggaran PSBB. "Memang benar semua orang merasakan tidak nyaman karena terus berdiam di rumah. Namun, demi kesehatan dan keselamatan banyak orang, relaksasi PSBB hendaknya tidak perlu terburu-buru. Sebelum kecepatan penularan Covid-19 bisa dikendalikan dengan pembatasan sosial, relaksasi PSBB sebaiknya jangan dulu dilakukan," kata Bamsoet dalam keterangannya, Ahad (3/5).

Baca Juga

Mantan Ketua DPR RI ini menilai, kecepatan penularan Covid-19 masih  cukup tinggi dan belum bisa dikendalikan. Hal itu diketahui dari pertambahan jumlah pasien setiap harinya. "Terbanyak di Jakarta dengan 4.397 pasien. Sedangkan Jawa Barat dan Jawa Timur di urutan berikutnya masing-masing mencatatkan jumlah 1.000 pasien lebih," ujarnya.

Oleh karena itu, Bamsoet menilai penerapan PSBB yang konsisten masih diperlukan. Apalagi Jakarta sebagai episentrum Covid-19 sehingga perlu diberi waktu lebih agar mampu mengendalikan kecepatan penularan Covid-19.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu meminta agar pemerintah mengkaji penerapan PSBB di sejumlah daerah. Selain itu, Bamsoet juga berharap penerapan relaksasi juga hendaknya mendengarkan pertimbangan kepala daerah, sama seperti mekanisme pengajuan PSBB. "Karena diasumsikan bahwa kepala daerah paling tahu kondisi wilayahnya masing-masing," ungkapnya.

Sementara  Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena tak mempersoalkan rencana pelonggaran PSBB tersebut. Asalkan pelaksanaan jaga jarak secara ketat dilakukan.  "Penyesuaian kebijakan termasuk relaksasi PSBB bisa dilakukan asalkan penegakan sanksi pelaksanaan social dan physical distancing harus dilakukan dengan ketat," kata Melki kepada Republika.co.id, Ahad (3/5).

Ia meyakini gugus tugas dan berbagai kementerian lembaga pasti sudah menimbang dan membahas berbagai hal khususnya aspek kesehatan, sosial dan ekonomi. Menurutnya pemerintah selalu lakukan evaluasi berkala terkait penangannya covid 19 dari berbagai aspek, baik kesehatan, sosial dan budaya.

"Evaluasi ini tentu bisa saja tetap konsisten dengan kebijakan PSBB saat ini atau bisa dilakukan relaksasi yang penting prinsip dasar pencegahan dan pemutusan covid 19 harus dilakukan dgn konsisten dan disiplin lalukan protokol kesehatan," jelasnya.

Selain itu, protokol kesehatan secara detail di berbagai tempat juga harus dibuat dan dilakukan secara konsisten. Sanksi juga harus diberlakukan secara ketat.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkoplhukam) Mahfud MD, menyebut pemerintah tengah memikirkan relaksasi PSBB. Pelonggaran untuk aturan tersebut disiapkan untuk mencegah masyarakat merasa stres karena merasa terlalu dikekang.

"Kita sudah sedang memikirkan apa yang disebut relaksasi PSBB nanti akan diadakan sedang dipikirkan pelonggaran-pelonggaran," jelas Mahfud melalui siaran langsung Instagram-nya, Sabtu (2/5) malam.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler