Rabu 06 May 2020 02:41 WIB

Membela Kesejahteraan Guru

Pemotongan anggaran pendidikan akan menyengsarakan para guru, khususnya honorer.

Red: Karta Raharja Ucu
Ilustrasi guru honorer
Ilustrasi guru honorer

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 menyisakan persoalan baru selain sektor kesehatan, yakni dunia Pendidikan. Wabah ini secara terstuktur membuat pemerintah melakukan refokusing dan realokasi anggaran kementrian dan lembaga melalui Peraturan Presiden (Perpres) no 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN Tahun Anggaran 2020. Salah satu anggaran yang terkena pemotongan adalah Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sebagaimana tertulis pada lampiran perpres No 54 Tahun 2020 bagian komponen nomor 2.2.2.2 dan 2.2.2.3.

TPG dipotong dari tiga komponen, yakni tunjangan profesi guru PNS daerah dari yang semula Rp 53,8 triliun menjadi Rp 50,8 triliun, kemudian penghasilan guru PNS daerah dipotong dari semula Rp 698,3 triliun menjadi Rp 454,2 triliun. Dan yang terakhir pemotongan terhadap tunjangan khusus guru PNS daerah di daerah khusus, dari semula Rp 2,06 triliun menjadi Rp 1,98 triliun. Sedangkan BOS dari Rp 54,3 triliun menjadi Rp 53,4 triliun. Dan pemotongan dana BOP PAUD dari Rp 4,475 triliun menjadi Rp 4,014 triliun. Kemudian dana BOP kesetaraan dari Rp1,477 triliun menjadi Rp1,195 triliun.

Kebijakan pemerintah melakukan pemotongan anggaran TGP dan BOS untuk penanggulangan covid-19 sangat disayangkan banyak pihak, terutama para guru. Bagaimana tidak, TGP dan BOS merupakan hal mendasar untuk menunjang kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan, juga untuk biaya operasional satuan pendidikan (sekolah), termasuk di antaranya gaji guru honorer.

Hingga kini, sebelum TGP dan BOS dipotong, kesejahteraan guru terutama guru honorer masih sangat memprihatinkan. Mereka benar-benar pahlawan tanpa jasa, yang digaji "seadanya", terkadang gaji mereka pun tidak cukup untuk makan sebulan, bahkan ada pula yang dibayarkanya setiap 3 bulan (dirapel).