Rabu 06 May 2020 15:04 WIB

Harapan pada Gerakan Zakat

ZIS bisa menjadi jaring pengaman sosial untuk masyarakat lapisan bawah.

Gerakan zakat.
Foto: dok. Republika
Gerakan zakat.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Amelia Fauzia - Guru Besar Fak Adab dan Humaniora UIN Jakarta, Peneliti Filantropi Islam & Direktur STF UIN Jakarta

Nana Sudiana –  Sekjend Forum Zakat & Direksi IZI

Di tengah kondisi pandemi Covid-19, posisi zakat semakin mengemuka. Bukan hanya karena masa pandemi kini masuk pada bulan Ramadhan yang lekat dengan bulan suci bagi Umat Islam serta praktik zakat, namun karena tingginya harapan bahwa zakat dapat menjadi bagian dari solusi.

Pandemi yang pada awalnya hanya berdampak pada sektor kesehatan, kini berimbas pada sektor pendidikan, sosial, ekonomi dan semua aspek kehidupan. Indonesia tidak sendirian. Sekitar 181 negara berjuang melawan pandemi ini, termasuk di negara dengan jumlah penduduk mayoritas Muslim. Bisakah gerakan zakat menjawab harapan di atas?

Harapan kepada Zakat

Munculnya harapan bahwa zakat dapat menjadi solusi di saat bencana setidaknya mengakar pada tiga hal. Pertama, faktor sejarah panjang kontribusi zakat itu sendiri, sejak negara ini belum merdeka sampai saat ini.

Praktik zakat dan filantropi Islam sudah dilakukan sejak komunitas Muslim kuat di Nusantara dan mencapai momentum pada abad ke-19 termasuk masa Reformasi ini. Zakat dan filantropi Islam telah men-support madrasah, pesantren, masjid, klinik, panti yatim, rumah jompo, rumah sakit, kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan, sehingga menjadi monumen bagi kedermawanan masyarakat. Bahkan pesawat pertama republik ini juga hasil donasi dari masyarakat Aceh!

Kedua, lembaga zakat memiliki daya bertahan dan adaptasi yang tinggi. Lahir dari kondisi krisis, bencana, kekurangan, tapi punya kepedulian membantu orang lain sehingga secara alami lembaga ini memiliki imunitas untuk terus survive. Bahkan adaptasi mereka terhadap beragam kesulitan justru melahirkan inovasi dan kreativitas. Misalnya, di akhir 2019 baru 75 persen dari 143 anggota Forum Zakat (FOZ) yang bersiap memasuki dunia digital. Kini, Covid-19 mendorong atau bahkan memaksa semua lembaga untuk menggunakan teknologi digital untuk koordinasi, pelatihan, coaching, rapat forum, bahkan untuk penghimpunan, pendayagunaan maupun untuk pengelolaan keuangan organisasi.

Ketiga, dunia zakat ini lekat dengan sinergi dan kolaborasi. Tantangan Covid-19 justru semakin menyatukan gerakan zakat. Sehari setelah pengumuman Presiden terkait adanya warga Indonesia terpapar Covid-19, Baznas dan Forum Zakat mengumumkan adanya Posko crisis center bersama untuk mengurangi dampak Covid-19.

Harapan masyarakat menjadi kenyataan. Selama enam pekan pandemi, lembaga-lembaga zakat bergerak. Ada 108 organisasi pengelola zakat yang turut terlibat program respon Covid-19. Aksi ini tersebar di 33 Propinsi di Indonesia dan telah tersalurkan beragam bantuan senilai Rp 43 miliar.

Bantuan dikelompokkan minimal dalam 10 jenis respon yaitu: layanan informasi dan edukasi mengenai Covid-19, layanan edukasi PHBS, layanan psikososial, pengadaan kantong mayat, layanan wastafel sehat, penyaluran promosi hygiene kit, layanan bantuan logistik pangan dan kesehatan, produksi mandiri hand sanitizer, dan penyediaan mobil ambulance dan mobil jenazah. Selain itu, Baznas (sampai 15/4) telah mendistribusikan bantuan hingga Rp 40 miliar. Dalam pelaksanaannya, Baznas menjalankan program tanggap Covid-19 melalui beberapa aksi dan edukasi pencegahan yang dilaksanakan oleh lembaga program seperti Baznas Tanggap Bencana (BTB), Layanan Aktif Baznas (LAB), Rumah Sehat Baznas (RSB) dan lembaga program lainnya.

Inisiatif Program untuk Masa Pemulihan Covid-19

Lembaga zakat tidak hanya bergerak untuk merespons Covid-19 dalam bentuk program tanggap darurat, tetapi juga pencegahan dan sudah mencanangkan program penghidupan (livelihood). Seperti di negara lain yang sudah terimbas, ketika pandemi sudah mencapai puncaknya, maka

tahapan pemulihan membutuhkan intervensi yang tidak kalah pentingnya. Forum Zakat melalui sinerginya mulai melakukan persiapan untuk gerakan ketahanan pangan keluarga miskin.

Ada tiga hal yang sedang disiapkan, yaitu melakukan tindakan penyelamatan (ketersediaan) pangan bagi kelompok rentan, mewujudkan kemandirian pangan keluarga dengan gerakan menanam menfaatkan pekarangan (urban farming), serta menyiapkan cadangan atau stok pangan baik di tingkat keluarga maupun komunitas dengan menghidupkan kembali lumbung-lumbung pangan demi menyikapi kemungkinan kondisi darurat yang lebih lama. Di bawah koordinasi FOZ, terdapat 17 lembaga yang melaporkan memiliki cadangan beras tersebar di 13 daerah dengan total 7.653 ton beras yang siap untuk didistribusikan. Belum termasuk cadangan beras yang ada di petani binaan.

Program ketersediaan pangan secara tidak langsung merupakan program livelihood bagi para petani. Lembaga zakat juga menyiapkan program livelihood lain seperti pelaku usaha mikro. Selanjutnya pengelola zakat mendorong penguatan sektor pertanian, perikanan dan peternakan untuk keluarga-keluarga miskin yang ingin bangkit dan mulai memperbaiki kehidupan ekonomi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement