REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Fakhruddin*)
Mei ini memasuki bulan ketiga Pandemi Covid-19 di Tanah Air. Awal bulan yang berat bagi mereka yang tidak lagi menerima gaji atau tidak lagi memiliki penghasilan karena usahanya terdampak pandemi. Sebulan pertama mungkin bisa bertahan dengan tabungan atau pesangon yang ada. Namun, memasuki bulan kedua dan ketiga tabungan semakin menipis sementara pengeluaran jalan terus.
Dampak Covid-19 nyatanya tidak hanya dirasakan oleh pengemudi ojek online yang kebanyakan viral di media sosial saja, tapi juga buruh, sopir, hingga pedagang dan karyawan yang tergolong kaum urban perkotaan yang sudah mapan. Golongan terakhir ini secara kasat mata memiliki harta benda seperti rumah dan kendaraan, namun kehilangan penghasilan untuk membayar pengeluaran bulanan seperti biasanya. Mereka bahkan tidak terdata dalam bantuan sosial manapun.
Di tengah ketidakpastian kapan pandemi ini akan berakhir ternyata ada di antara mereka yang tidak menyerah dengan keadaan. Mereka lalu banting setir dalam berusaha. Seketika grup-grup Whatsapp dibanjiri barang dagangan.
Salah satunya, M Fakhrullah (38 tahun) yang memposting di grup Whatsapp daftar harga ikan dengan layanan khusus siap antar. Dia adalah warga Perumnas Kota Tangerang yang terdampak karena usahanya harus tutup selama masa pandemi.
Sebelum pandemi, Fakhrullah memiliki dua lapak dan dua karyawan yang menjual jus segar. Salah satu lapaknya berada di Kompleks Pendidikan Cikokol Kota Tangerang. Dia terpaksa menutup lapaknya karena para pelajar yang menjadi langganannya harus belajar di rumah selama pandemi.
Fakhrullah yang pernah mengenyam dunia kerja sebagai kepala administrasi di perusahaan leasing pembiayaan kredit motor dan pernah bekerja di bagian perpajakan di perusahaan swasta ini mantap hijrah ke dunia usaha sejak satu tahun lalu. Namun kini usaha yang tengah dia rintis itu harus tutup sementara hingga pandemi ini berakhir.
Di tengah ketidakpastian kapan pandemi ini kapan berakhir, suatu ketika Fakhrullah mengantarkan ibunya untuk membeli ikan dan kebutuhan pokok lainnya ke pasar. Ketika di pasar ada penjual ikan yang dagangannya masih banyak belum terjual. Ikan yang masih segar tersebut dijual dengan harga yang relatif murah. Karena iba dengan si penjual, ibunya lalu memborong ikan tersebut. Sampai di rumah ikan tersebut ditawarkan ke para tetangga dengan harga yang murah juga. Hingga akhirnya ikan-ikan itu ludes terjual dengan sejumlah keuntungan.
Sejak saat itu, Fakhrullah banting setir menjual ikan dengan inovasi layanan pesan antar. Layanan tersebut ternyata mendapatkan respon yang baik karena memang di sekitar perumahannya belum ada yang menjual ikan mentah secara online.
Selain Fakhrullah, juga ada Widya Rosalin (36 tahun) yang banting setir menjadi pedagang online. Travel Umroh tempat dia bernaung terpaksa tutup seiring dengan kebijakan Pemerintah Arab Saudi yang menutup sementara ibadah umroh di Tanah Suci akibat Covid-19. Kendati tutup, travel masih memiliki stok kurma yang dapat dijual. Bermodal kepercayaan dari pemilik travel itu, Widya pun membantu menjual kurma.
Selama seminggu berpromosi sana sini secara online, hanya satu atau dua orang yang respon. Namun dia berkeyakinan saat bulan puasa permintaan kurma bakal ramai. Ternyata benar, tiga hari menjelang Ramadhan, Widya mendapat order dalam jumlah besar, 400 kilogram kurma.
Widya melibatkan ibu-ibu sekitar rumahnya di Tangerang untuk membungkus pesanan kurma dan mengandalkan pengemudi ojek online yang sepi penumpang untuk mengantarkan pesanan. Widya juga membantu ibu-ibu dan teman-temannya yang terdampak Covid-19 dengan menyediakan keripik dan kue kering untuk dijual lagi. Namun Widya tidak mengambil untung dari penjualan kripik dan kue tersebut.
Berikutnya, ada Lina Mulyawati (36 tahun). Tenaga kontrak Asisten Peneliti Bidang Rekayasa Genetika/Biologi Molekular di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ini secara resmi sudah diberhentikan sejak awal April 2020. Dana penelitian di BPPT dialihkan untuk penanganan Covid-19 sehingga tidak ada dana lagi untuk menggaji Lina sebagai tenaga kontrak yang sudah bekerja sejak 2009 itu.
Mengetahui Lina sebagai korban pemutusan hubungan kerja (PHK), ada teman-teman SMA-nya ingin membantu melalui donasi untuk alumni yang terdampak Covid-19. Namun alih-alih menerima bantuan tersebut, Lina justru menjadi salah satu donatur atau penyumbang dalam penggalangan donasi tersebut.
Lina mendermakan sebagian dari keuntungan yang dia peroleh dari jualan online selama masa pandemi Covid-19. Lina menjual apa saja yang bisa dijual, mulai dari frozen food, daging, camilan, kacang, coklat, bahkan makanan mateng juga ada. Lina menawarkan barang dagangannya melalui Whatsapp, Instagram, dan Facebook.
Bagi Lina, berjualan online setidaknya agar dia tetap sibuk beraktifitas dan otaknya terus berputar setelah tidak lagi berkutat di laboratorium penelitian. Apabila ada untungnya menurut dia itu bonus. Kalau mengharapkan untung besar, menurut Lina, kecil kemungkinan karena dia berjualan tanpa modal alias reseller. Melalui usahanya, ada rejeki kurir di sana, ada rejeki babang ojek di sana, dan ada rejeki pembuat makanan rumahan skala kecil di sana.
Fakhrullah, Widya, dan Lina adalah contoh kecil mereka yang terus bergerak meskipun usaha dan pekerjaannya terdampak pandemi Covid-19. Kendati dalam kondisi serba sulit mereka tidak mau berpangku tangan. Mereka banting setir dan putar otak agar tetap bertahan selama masa pandemi ini.
Usahanya relatif sederhana, tanpa modal besar, namun menuntut mental yang kuat untuk memulainya. Sehingga siapa pun, termasuk Anda, bisa meniru usaha mereka dengan memanfaatkan teknologi informasi yang ada. Selamat mencoba!.
*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id