REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Berdasarkan data, angka pemeriksaan strok di masa pandemi Covid-19 terpantau mengalami penurunan. Bahkan, di negara maju seperti Eropa, angka strok menurun karena masyarakat diliputi rasa takut terhadap risiko penularan penyakit akibat virus corona tipe baru, SARS-CoV-2, dalam kunjungan ke rumah sakit.
"Jumlah kasus strok tak berubah, cuma turun karena orang takut ke rumah sakit (RS)," kata dokter spesialis saraf dari Siloam Hospital Kebon Jeruk, dr Hadi Wadjaja SpS, dalam webinar Penanganan Kesehatan Saraf di Era New Normal, Senin (8/6).
Hadi menjelaskan, strok merupakan keadaan darurat yang perlu mendapat penanganan di unit gawat darurat (UGD) di rumah sakit. Sejak menunjukkan gejala, penderita strok hanya memiliki periode emas 4,5 jam untuk bisa mendapat penyembuhan maksimal.
"Akibat orang takut ke rumah sakit saat pandemi Covid-19, dampaknya kami temukan tingkat kecacatan meningkat," ungkap Hadi.
Ada beberapa gejala strok yang bisa menjadi perhatian. Hadi mengatakan, pertanda ini bisa membantu seseorang mengidentifikasi strok pada dirinya atau orang lain sedini mungkin.
Pertama, cermati face (wajah) di cermin, apakah terlihat asimetris atas tak berimbang antara sisi kanan dan kiri? Jika tampak ada perbedaan, artinya ada tanda strok.
Kedua, arms (anggota gerak). Cobalah mengangkat sesuatu dengan kedua tangan. Jika ada kesulitan mengangkat beban pada salah satu tangan, hal itu bisa menjadi pertanda.
Ketiga, speech (bicara). Kemampuan bicara bisa menjadi pertanda strok. Jika tak bisa bicara dengan jelas atau sulit, maka menjadi tanda tak baik.
Keempat, time (waktu). Segera bawa pasien ke UGD terdekat untuk mendapat perawatan.
"Segera ke UGD agar bisa dikelola baik," ujar dia.