Selasa 09 Jun 2020 21:00 WIB

Terpapar Gas Air Mata, Demonstran Bisa Tularkan Covid-19

Pembubaran demonstrasi dengan gas air mata dikhawatirkan picu penularan Covid-19.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Reiny Dwinanda
Demonstran terlibat bentrokan antara polisi usai demonstrasi protes Black Lives Matter di Brussels, Ahad (7/6). Paparan gas air mata dikhawatirkan memicu batuk dan bersin yang dapat menyebarkan virus corona penyebab Covid-19.
Foto: AP / Francisco Seco
Demonstran terlibat bentrokan antara polisi usai demonstrasi protes Black Lives Matter di Brussels, Ahad (7/6). Paparan gas air mata dikhawatirkan memicu batuk dan bersin yang dapat menyebarkan virus corona penyebab Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kepolisian Amerika Serikat (AS) menggunakan gas air mata dan semprotan cabai guna membubarkan demonstran. Penggunakan kedua zat kimia tersebut dikhawatirkan dapat menjadi medium bagi penyebaran virus corona tipe baru (SARS-CoV-2), di kalangan pendemo.

Para ahli medis mengungkapkan bahwa bahan-bahan kimia tersebut dirancang untuk memberikan iritasi pada selaput lendir mata, hidung, dan tenggorokan. Paparannya kemudian menyebabkan orang batuk, bersin, dan melepas masker saat mereka mencoba bernapas.

Baca Juga

Penyebaran penyakit akibat infeksi virus tersebut sangat mungkin terjadi saat pendemo batuk dan bersin akibat terkena gas air mata. Para ahli medis mengatakan, bisa jadi seseorang yang terkena gas air mata itu telah terinfeksi virus lalu menularkannya pendemo lain yang berupaya menolong mereka.

"Mereka yang belum terinfeksi bisa lebih berisiko sakit karena iritasi pada saluran pernapasannya," kata seorang perwira angkatan darat, Joseph Hout seperti diwartakan AP, Selasa (9/6)

Hout mengatakan, memang tidak ada penelitian khusus bahwa gas air mata dapat menularkan SARS-CoV-2 mengingat virus tersebut masih baru. Kendati, dia mengungkapkan, penelitian yang dilakukan terhadap 6.723 anggota angkatan darat beberapa waktu lalu mendapati bahwa ada hubungan antara paparan gas air mata dengan penyakit pernapasan akut.

"Bisakah gas air mata menyebabkan peningkatan infeksi virus corona? Saya pikir itu masuk akal, ya," kata Hout.

Dia menjelaskan, selain penularan dari seseorang yang telah terinfeksi, penularan Covid-19 juga bisa terjadi akibat iritasi pada sistem pernapasan. Hout mengatakan, kondisi itu bisa menciptakan lingkungan untuk infeksi oportunistik dalam tubuh.

Pekan lalu, lebih dari 1.000 profesional medis dan mahasiswa menandatangani surat mendesak pejabat kesehatan masyarakat menentang penggunaan gas air mata, asap, atau zat pengiritasi pernapasan lainnya yang dapat meningkatkan risiko penularan Covid-19 dengan membuat saluran pernapasan lebih rentan terhadap infeksi.

Wali kota di Portland, Oregon, dan Seattle juga telah memerintahkan batasan penggunaan gas biasa untuk mengendalikan demonstran. Seorang hakim di Denver memberlakukan pembatasan penggunaan senjata kimia oleh kepolisian.

Hal serupa juga dilakukan di Pittsburgh, New Orleans ,dan Washington DC. Pejabat setempat telah mengusulkan larangan atau batasan penggunaan gas air mata.

Akhir Mei lalu, kematian seorang warga kulit hitam, George Floyd menyebabkan gelombang protes antirasisme di Amerika Serikat hingga saat ini. Unjuk rasa itu belakangan dikhawatirkan memicu peningkatan penyebaran infeksi Covid-19 yang lebih masif lagi di Negeri Paman Sam.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement