Kamis 02 Jul 2020 01:28 WIB

Bersahabat dengan Masker

Saatnya menyadari pentingnya masker untuk keamanan diri dan orang lain.

Jurnalis Republika, Andi Nur Aminah
Foto: Republika TV
Jurnalis Republika, Andi Nur Aminah

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andi Nur Aminah*

Masker, benda satu ini, menjadi barang yang boleh jadi saat ini hampir semua keluarga sudah memilikinya. Apalagi mereka yang berdomisili di wilayah yang kategori zona merah. Ini benda yang wajib dimiliki.

Saya memiliki tiga lusin masker kain dan masih ada lima lembar masker medis. Tiap anggota keluarga sudah saya bekali masing-masing tujuh lembar. Asumsinya, setiap hari mereka butuh satu masker, dan setelahnya bisa dicuci kembali. Memang tak setiap hari masker itu mereka pakai karena toh di masa pandemi ini, anak-anak tak harus ke sekolah dan mereka memang lebih banyak di rumah.

Di awal-awal pandemi Covid-19 ini merebak mulai Januari lalu, masker medis menjadi benda yang diburu. Harganya pun melonjak gila-gilaan berkali-kali lipat. Bayangkan, masker medis yang bisa dibeli di Apotek seharga sekitar Rp 50 ribuan tiba-tiba dibandrol jadi ratusan ribu. Bahkan pernah di situs belanja daring, ada yang berani pasang harga nyaris Rp 1 juta. Edan kan? Itupun, syukur-syukur kalau barangnya ada.

Seiring berjalannya waktu, saat pandemi virus ini kian meluas, kebutuhan masker tentu kian banyak juga. Untungnya, suplai masker mulai banyak. Ditambah penjelasan dari ahli kesehatan bahwa tak harus masker medis yang dipakai untuk meminimalisir penyebaran virus. Penjelasan ini memicu munculnya kreativitas dari para pembuat masker nonmedis, antara lain masker kain bermunculan.

Kini, masker kain berbagai versi pun jamak terlihat. Dari yang polos-polos saja, hingga yang warna-warni, motif batik, motif kartun, masker scuba bahkan kini banyak dijual masker karakter dengan mimik aneka wajah. Lalu ada pula masker inovasi yang dibuat sekelompok mahasiswa di Makassar, yang bahannya terbuat dari saripati jagung. Pandemi ini ternya bisa membuat orang-orang menjadi lebih kreatif dan inovatif.

Sudah banyak bahan bacaan dan informasi tentang mengapa masker menjadi sangat penting dipakai saat pandemi begini. Intinya yang saya tangkap adalah, dengan bermasker, bisa memperkecil persentase potensi terpapar virus dari droplet.

Ilustrasi sederhananya mungkin begini. Jika seorang adalah pembawa virus, namun bermasker, lalu berinteraksi dengan orang yang sehat dan juga bermasker, potensi penyebaran virus bisa ditekan sekecil mungkin. Dibandingkan jika salah satu di antara mereka ada yang tidak bermasker, apalagi jika yang tidak bermasker itu adalah orang yang sedang sakit, maka ada ruang lebih besar untuk virus berpotensi menyebar. Kecil, sederhana tapi banyak manfaatnya bukan?

Mendengar kisah dari seorang penyintas Covid-19, tentang bagaimana ia bisa terpapar salah satunya karena abai dengan masker, maka saya berusaha untuk bersahabat dengan masker ini. Walaupun sedikit tak nyaman baik saat bicara maupun untuk bernafas, tak apalah, masker ini harus dipakai.

Kerabat saya penyintas Covid-19 itu seorang dokter. Dia berkisah, suatu hari mengikuti rapat dengan atasannya yang sebelumnya memang sudah menjalani swab test. Saat itu hasil tesnya belum keluar, sehingga belum bisa dipastikan apakah atasannya tersebut negatif atau positif terpapar Covid-19. Interaksi sebagai sejawat pun tetap berjalan. Naasnya, di saat rapat berlangsung, atasannya sempat tak menggunakan masker.

Selang beberapa hari, hasil tes bosnya keluar dan ternyata positif. Maka serta merta semua yang hadir dalam rapat itu melakukan swab test juga. Lalu empat orang di antaranya diketahui positif Covid-19.

Mendengar kisahnya di bagian ini, saya sedikit merinding. Di benak saya yang muncul adalah pikiran betapa mudahnya virus Corona ini menyebar. Bayangkan, berkumpul intens dalam sebuah ruangan dimana satu di antaranya adalah carrier virus namun belum menyadarinya atau memastikannya, lalu dia abai pada salah satu protokol kesehatan yakni bermasker. Dan itu, bisa vatal bagi orang lain.

Dari situ, saya merenung. Virus ini memang sangat berbahaya karena penularannya amat mudah. Vaktor daya tahan tubuh memang sangat berpengaruh tentu saja. Namun setidaknya, lembar penghalang di depan mulut dan hidung bernama masker itu, terbukti penting.

Berbagai pihak yang menyadari pentingnya pakai masker di era pandemi Covid-19 ini pun merespons dengan berbagai cara. Membagi-bagikan masker secara massal sebagai upaya menghentikan penularan pun telah dilakukan banyak kalangan. Bahkan, ada beberapa wilayah yang mewajibkan memakai masker dan bakal dijadikan peraturan daerah.

Kabupaten Gowa di Sulawesi Selatan, salah satu daerah yang tengah menggodok perda wajib pakai masker ini. Awalnya hanya berupa peraturan bupati. Namun kini, sedang digodok di legislatif untuk ditingkatkan menjadi perda. Lalu cara bijak Pemkab Gowa sebelum aturan ini menjadi perda, adalah membagikan masker ke seluruh penduduknya.

Dengan pembagian masker kepada seluruh warga, itu akan menjadi dasar aparat menindak warga yang lalai dari memakai masker, jika perda tersebut sudah diketok. Jadi, yang sehat maupun yang sakit harus pakai masker. Jangan sepelekan pakai masker, dan masker yang sudah dibagikan, jangan tidak dipakai.

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement