REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengapresiasi kebijakan penambahan kursi yang diberikan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB). Retno menilai, penambahan kursi dari jalur bina rukun warga (RW) ini dapat menjadi "win win solution" bagi calon peserta didik yang urung diterima di sekolah pilihannya karena memiliki usia yang lebih muda.
Retno mengatakan, penambahan kursi ini mencapai empat siswa per kelas di jenjang pendidikan SMA dan SMK, dari semula 36 siswa menjadi 40 siswa. Penambahan kuota di jenjang pendidikan SMP juga mencapai empat kursi, dari 32 siswa menjadi 36 siswa.
Retno menilai, penambahan ini cukup signifikan. Retno mencontohkan, jumlah rombongan belajar rata-rata SMA di Jakarta adalah tujuh kelas. Bila masing-masing kelas mendapatkan tambahan empat kursi, maka akan ada lebih banyak anak yang bisa mengakses pendidikan di sekolah negeri.
"Penambahannya adalah 4 kursi x 7 kelas x 117 SMAN = 3.276 siswa yang dapat mengakses pendidikan di sekolah negeri," jelas Retno.
Terlepas dari penambahan ini, Retno berharap proses seleksi jalur bina RW dalam PPDB DKI Jakarta benar-benar berfokus pada jarak. Bila proses seleksi ini tetap menjadikan umur sebagai acuan utamanya, maka akan tetap ada potensi anak-anak yang usianya muda tidak tertampung di sekolah negeri paling dekat dengan rumahnya.
Oleh karena itu, Retno memberikan setidaknya tiga pandangan terkait proses jalur bina RW dalam PPDB DKI Jakarta ini. Berikut ini adalah ketiganya seperti diungkapkan Retno saat dihubungi Republika.co.id, Rabu.
Pendaftaran daring
Retno menilai proses pendaftaran jalur bina RW dalam PPDB DKI Jakarta ini sebaiknya dilakukan secara daring, dibandingkan secara langsung melalui pengurus RW. Alasannya, proses pendaftaran secara daring lebih transparan.
"Online saja biar transparan," ungkap Retno.
Fokus pada jarak
Retno mengatakan, proses seleksi melalui jalur bina RW sebaiknya berfokus pada jarak rumah calon peserta didik dan sekolah sebagai acuan utamanya. Alasannya, prinsip utama zonasi adalah untuk mendekatkan anak dengan sekolah.
"Kalau kemudian pakai umur lagi, pakai tahun (kelulusan) lagi, ya untuk apa," jawab Retno saat ditanya mengenai rencana bahwa jalur bina RW hanya untuk lulusan 2020.
Bila proses seleksi melalui jalur bina RW ini tetap menggunakan umur sebagai acuan utama, maka akan tetap ada kemungkinan anak yang berusia lebih muda dan tinggal dekat dengan sekolah tidak bisa diterima di sekolah tersebut. Jalur tersebut akan dibuka pada 4 Juli 2020.
"Harusnya, jaraknya yang menjadi pertimbangan," ungkap Retno.
Kapan umur boleh dipertimbangkan?
Mengacu pada amanat Permendikbud, Retno mengatakan, variabel umur boleh dipertimbangkan bila ada ada data-data yang sama atau seimbang. Dalam situasi ini, umur boleh menjadi pertimbangan sebagai kriteria penentu yang kedua.
Selain itu, Retno mengatakan, tidak semua RW memiliki sekolah dan tidak semua RW memiliki jumlah anak usia sekolah yang sama. Bila sekolah di suatu RW menambah 24 kursi, namun hanya terisi setengahnya, maka sisa kursi ini bisa diberikan kepada anak-anak dari RW yang berbeda. Dalam menyeleksi anak dari RW lain ini, kriteria usia juga boleh digunakan.
"Karena kalau pakai jarak, RW yang terjauh ya pasti nggak dapat. Pada prinsip itu, boleh pakai usia. Tapi usia tidak boleh dipakai di awal," jelas Retno.
Retno juga mengungkapkan kabar terbaru mengenai jumlah laporan yang masuk terkait masalah PPDB DKI Jakarta. Data terbaru meunjukkan bahwa jumlah pengaduan yang masuk sudah bertambah menjadi 83.
"Ada delapan penambahan, didominasi Jakarta juga, rinciannya besok setelah bertemu Kemdikbud," jelas Retno.