REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan stabilitas sektor keuangan hingga akhir Oktober 2020 masih terjaga. Hal ini tercermin dari profil risiko yang masih stabil.
Tercatat per September 2020 rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) lembaga jasa keuangan sebesar 3,15 persen atau menurun dari Agustus 2020 sebesar 3,22 persen. Selanjutnya rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) sebesar 4,9 persen.
Sedangkan risiko nilai tukar perbankan relatif terjaga rendah dari rasio posisi devisa neto (PDN) sebesar 1,6 persen atau di bawah ambang batas 20 persen.
Kemudian stabilitas sektor keuangan juga didukung oleh likuiditas dan permodalan perbankan yang memadai. Tercatat rasio alat likuid atau non core deposit sebesar 154,01 persen per 21 Oktober 2020, jauh di atas threshold sebesar 50 persen dan rasio likuid terpantau sebesar 32,94 persen, masih di atas threshold 10 persen.
“Dengan gambaran sektor jasa keuangan terkini, maka dapat kami simpulkan industri jasa keuangan secara umum masih stabil dengan profil risiko terjaga,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso kepada wartawan, Selasa (3/11).
Dari sisi pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 12,88 persen per September 2020.
“DPK perbankan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit, sehingga mendorong likuiditas perbankan semakin kuat,” ucapnya.
OJK juga mencatat capital adequacy ratio (CAR) bank umum konvensional terjaga pada level 23,39 persen per Agustus 2020. Hal ini mencerminkan permodalan lembaga jasa keuangan masih stabil pada level yang memadai.
Dari sisi risk based capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 506 persen dan 330 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.
Menurut Wimboh selama masa pandemi covid 19, OJK memfokuskan upaya percepatan pemulihan ekonomi pada lima hal. Pertama, melanjutkan implementasi relaksasi kebijakan restrukturisasi sebagai langkah antisipasi untuk menyangga terjadinya penurunan kualitas debitur restrukturisasi akibat kondisi pandemi.
Kedua mempercepat gerak roda ekonomi di daerah-daerah guna menopang ekonomi nasional yang diantaranya dilakukan dengan memfasilitasi percepatan serapan belanja pemerintah. Ketiga mengoptimalkan peran industri keuangan secara berkelanjutan melalui dukungan pembiayaan kepada usaha padat karya dan atau konsumsi yang memiliki multiplier effect tinggi terhadap ekonomi.
Keempat mempercepat terbangunnya ekosistem digital ekonomi dan keuangan yang terintegrasi, serta melanjutkan reformasi IKNB dan pasar modal sehingga sektor-sektor tersebut memiliki daya tahan yang kuat dan berdaya saing. Kelima penguatan pengawasan terintegrasi didukung dengan percepatan reformasi IKNB dan pasar modal.
Ke depan OJK bersama dengan pemerintah dan Bank Indonesia terus berkoordinasi untuk memitigasi dampak lebih lanjut dari pandemi terhadap perekonomian dan sektor keuangan. Misalnya mengeluarkan berbagai kebijakan dan instrumen untuk membantu masyarakat, sektor informal, UMKM, dan pelaku usaha.
Salah satunya pemberian keringanan penundaan pembayaran cicilan atau restrukturisasi kredit perbankan. Masa pemberian relaksasi restrukturisasi kredit perbankan itu telah diperpanjang selama setahun terhitung dari Maret 2021 menjadi Maret 2022.