Kamis 12 Nov 2020 14:25 WIB

Studi: Magic Mushroom Berpotensi Jadi Terapi Depresi

Pemberian 'magic mushroom' menunjukkan penurunan gejala depresi.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Pemberian 'magic mushroom' menunjukkan penurunan gejala depresi (Foto: Magic Mushroom)
Foto: Pxfuel
Pemberian 'magic mushroom' menunjukkan penurunan gejala depresi (Foto: Magic Mushroom)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psilocybin atau lebih dikenal sebagai magic mushroom memiliki potensi sebagai terapi Gangguan depresi mayor (GDM). Pemberian dua dosis psilocybin disertai dengan psikoterapi menunjukkan adanya penurunan gejala depresi pada pasien.

Temuan ini diungkapkan oleh tim peneliti dari Johns Hopkins University melalui JAMA Psychiatry. Temuan ini didasarkan pada sebuah uji klinis yang mulai dilakukan pada 2017. Uji klinis ini berlangsung hingga April 2019.

Baca Juga

Studi ini melibatkan partisipan orang dewasa dengan GDM yang tidak mengonsumsi obat antidepresan. Mereka juga tidak memiliki riwayat gangguan psikotik, percobaan bunuh diri, atau perawatan di rumah sakit.

Pemberian psilocybin pada partisipan tampak dapat menurunkan skala GRID-Hamilton Depression Rating (GRID-HAMD) secara signifikan. Sebelum terapi diberikan, para partisipan memiliki skor GRID-HAMD sebesar 23, yang mengindiasikan depresi sedang.

Setelah satu minggu dan satu bulan pemberian terapi psilocybin, skor GRID-HAMD tersebut menurun di angka 8. Skor tersebut mengindikasikan depresi ringan.

Secara keseluruhan, tim peneliti mendapati adanya penurunan keparahan gejala depresi sebesar 67 persen pada satu minggu setelah terapi psilocybin diberikan. Persentase ini bertambah besar menjadi 71 persen pada minggu keempat.

Satu minggu setelah pemberian terapi psilocybin, sebanyak 58 persen partisipan tak lagi dinyatakan sebagai depresi klinis. Setelah empat minggu, sekitar 54 persen partisipan tak lagi diklasifikasikan sebagai depresi.

Penelitian lebih lanjut tentu dibtuuhkan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik. Namun, secara umum uji klinis yang dilakuakn tim peneliti ini mendukung penggunaan terapi bantuan psilocybin untuk GDM.

"Efek antidepresan yang cepat dari psilocybin mirip dengan yang dilaporkan dari ketamin," ungkap tim peneliti, seperti dilansir Medical News Today, Kamis (12/11).

Akan tetapi, efek terapeutik yang dimiliki keduanya tampak berbeda. Efek dari ketamin biasanya bertahan sekitar beberapa hari hingga dua minggu. Sedangkan terapi psilocybin dapat memberikan respons antidepresan yang signifikan secara klinis hingga empat minggu.

"Dengan 71 persen dari partisipan terus menunjukkan respons klinis yang signifikan pada pemantauan di minggu ke-4," jelas tim peneliti.

Saat ini standar emas dalam terapi GDM adalah psikoterapi atau obat antidepresan. Akan tetapi, studi pada 2014 dalam World Psychiatry menemukan bahwa psikoterapi yang dikombinasikan dengan antidepresan lebih efektif dibandingkan hanya salah satunya saja.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement