Kamis 26 Nov 2020 13:53 WIB

Kemendikbud: Buku Pelajaran Harus Mendorong Berpikir Kritis

Dalam rangka merdeka belajar, keberagaman buku perlu didorong.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Gita Amanda
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud, Totok Suprayitno, mengatakan pihaknya mendorong pendidikan ke depan untuk meningkatkan berpikir kritis, kolaborasi, dan komunikasi.
Foto: Republika/Inas Widyanuratikah
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud, Totok Suprayitno, mengatakan pihaknya mendorong pendidikan ke depan untuk meningkatkan berpikir kritis, kolaborasi, dan komunikasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perbukuan (Balitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Totok Suprayitno mengatakan pihaknya mendorong pendidikan ke depan untuk meningkatkan berpikir kritis, kolaborasi, dan komunikasi. Hal ini harus tercermin dalam buku.

"Saya membayangkan buku yang memungkinkan anak-anak belajar di dunia nyata. Memberikan contoh konteks dunia nyata," kata Totok, dalam diskusi daring dengan Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), Kamis (26/11).

Totok menjelaskan, yang dimaksud dengan dunia nyata adalah kondisi riil yang ada di lingkungan anak-anak. Dunia nyata setiap anak berbeda-beda tergantung daerah mereka masing-masing. Keberagaman inilah yang harus didorong dan ditanamkan dalam buku-buku.

Buku pelajaran yang digunakan anak, kata Totok harus contoh konteks dunia nyata. "Dunia nyatanya apa saja? Ya konteksnya berbeda-beda. Kalau Indonesia ini sangat beragam, kalau bukunya seragam ini saya kira nggak cocok," kata Totok menambahkan.

Selama ini yang terjadi, misalnya buku yang digunakan siswa di Papua isinya bersifat Jawa sentris. Di dalam buku digambarkan soal jalan tol, jalan aspal, dan kereta api, padahal di daerahnya tidak ada fasilitas seperti itu.

Terkait dengan muatan lokal (mulok) pada buku, Totok mengatakan harus ditumbuhkan agar mencerminkan keberagaman Indonesia. Namun, di sisi lain menampilkan mulok pada buku ini juga membutuhkan kreativitas.

Sejarah-sejarah lokal yang ada di satu daerah tertentu penting untuk dimuat di dalam buku. Ia mencontohkan, buku sejarah untuk anak kecil, daripada disajikan dengan memuat sejarah nasional lebih baik jika dimulai dengan sejarah daerahnya sendiri.

"Saya pikir, apa nggak bisa ya diangkat lokal. Ada situs-situs lokal yang itu ternyata membawa sejarah dan peradaban di area itu misalkan," kata dia lagi.

Menurut Totok, dalam rangka merdeka belajar, keberagaman buku perlu didorong. Buku tidak harus dimonopoli dari penerbit Kemendikbud dan perlu didorong ekosistem perbukuan yang diupayakan oleh penerbit profesional.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement