REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong para pelaku UMKM, khususnya di sektor pertanian maupun tekstil, bisa memadukan konsep usaha dengan pariwisata. Sehingga turut membantu pemerintah menyukseskan konsep pemberdayaan desa melalui Dewa (desa wisata agro), Dewi (desa wisata industri), dan Dedi (desa digital).
"Slogan tinggal di desa, rezeki kota, bisnisnya mendunia, akan menjadi tren dalam menurunkan laju urbanisasi. Menjadi magnet yang akan menarik minat generasi muda untuk kembali ke desa, membangun daerahnya, dan mengoptimalkan berbagai potensi dan peluang yang ada," ujar Bamsoet dalam Dialog Kebangsaan bersama Petani Anggur (Yogyakarta), Petani Madu Klanceng (Yogyakarta), Petani Nanas (Blitar), Pengrajin Batik (Blitar), dan Petani Alpukat (Banjarnegara), di Bantul, Yogyakarta, Selasa (15/12).
Turut hadir antara lain Bupati Bantul Suharsono, Anggota MPR RI/Komisi X DPR RI Robert Kardinal, Anggota MPR RI/Komisi VII DPR RI Gandung Pardiman dan Rektor UPN Yogyakarta Dr. Irhas Effendi.
Ketua DPR RI ke-20 ini meyakini sektor pertanian merupakan masa depan Indonesia. Pandemi covid-19 sedikit banyak membuka mata untuk introspeksi diri. Sektor pertanian yang selama ini terkesan terpinggirkan, justru mempunyai peran signifikan sebagai salah satu penopang perekonomian nasional.
"Terbukti di tengah situasi pandemi, ketika sektor-sektor penyangga perekonomian nasional mengalami kontraksi pada kuartal II tahun 2020, pertanian justru menjadi satu-satunya sektor yang tetap tumbuh positif, menyumbang 15,46 persen terhadap Produk Domestik Bruto, meningkat dari kuartal I sebesar 12,84 persen," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia juga mengingatkan, walaupun tumbuh positif potensi sektor pertanian belum dimanfaatkan secara optimal. Khususnya, dari sisi kontribusi terhadap ekspor nasional. Tercatat per bulan Agustus 2020, kontribusi sektor pertanian hanya sebesar 2,61 dari total ekspor. Padahal peluang pasar global dengan jumlah penduduk dunia mencapai 7,4 miliar jiwa adalah potensi pasar yang besar, 28 kali lipat pasar domestik.
"Dengan kemajuan teknologi informasi, upaya menembus pasar global seharusnya tidak lagi menjadi persoalan. Terpenting ada keberpihakan dari segenap pemangku kepentingan untuk membantu pemberdayaan ekonomi rakyat melalui peningkatan literasi teknologi," tutur Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, tantangan yang dihadapi pelaku ekonomi lokal semakin besar. Mengingat belum lama ini kita telah menandatangani kerjasama Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang melibatkan 10 negara ASEAN dan lima negara mitranya (Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Australia dan Selandia Baru).
"Perjanjian tersebut menjadi pisau bermata dua. Jika mampu mengambil momentum dengan meningkatkan daya saing, maka kita akan mendapatkan peluang pangsa pasar yang potensial di 14 negara RCEP lainnya. Namun jika gagal, maka Indonesia berpotensi menjadi obyek pangsa pasar yang strategis bagi membanjirnya produk impor negara-negara anggota RCEP," pungkas Bamsoet.