REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dampak sosial ekonomi Covid-19 serta tingginya Upah Minimum Kabupaten telah mengancam tutupnya ratusan perusahan tekstil yang berakibat akan terjadinya PHK massal. Mengantisipasi hal itu, Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil yang diketuai Chang Ahn Sub menemui Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah di kantornya, Kamis (24/12).
Juru bicara Perkumpulan Pengusaha Tekstil itu, Sariat Arifia, mengungkapkan pihaknya sangat mengapresiasi pemerintah Indonesia dalam menetapkan UU Cipta Kerja dalam rangka menciptakan lapangan kerja bagi rakyat Indonesia. "Namun dalam realitasnya para pengusaha yang tergabung dalam asosiasi perkumpulan pengusaha produk tekstil Jawa Barat terancam gulung tikar dan pekerja terancam PHK massal dalam waktu dekat ini, di karenakan penetapan pengupahan di luar kemampuan dan kepantasan," ujar Sariat, seperti dalam siaran pers.
Lebih lanjut Sariat menambahkan, sebagai contoh, sepanjang tahun 2019 saja telah terjadi penutupan puluhan pabrik garmen dengan jumlah pekerja yang di PHK kurang lebih 25 ribuan karyawan di Kabupaten Bogor dan Purwakarta. "Apabila tidak dilakukan langkah penyelamatan yang serius, maka tahun 2021 banyak perusahaan yang akan melakukan penutupan pabrik. Dalam hal ini asosiasi, merasakan ketidak adilan dan diskriminasi dalam penetapan kebijakan pengupahan," urai Sariat.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengupahan Kabupaten Bogor dari unsur Apindo, Dessy menyampaikan kekecewaannya dengan penetapan upah minimum kabupaten yang tidak berdasarkan kesepakatan tiga unsur. Yaitu pekerja, pengusaha dan pemerintah. "Hal ini sangat merusak keberlangsungan kehidupan perusahaan dan berisiko tinggi akan terjadinya PHK massal yang merugikan karyawan sendiri," terangnya
Dessy menambahkan, sebenarnya para pekerja ini intinya mau bekerja dan tidak menginginkan pabrik tempat mereka bekerja tutup. Apalagi pengangguran di Jawa Barat sangat tinggi. "Untuk pengangguran di Kabupaten Bogor sudah saja mencapai 14,26 persen," terangnya lagi.
Ditambahkan oleh Ketua dewan pengupahan asosiasi lembaga ini, Yan Mei bahwa saat ini pengusaha dan para pekerja yang bekerja di perusahaanlah yang benar benar mengetahui kondisi perusahaan kami masing-masing. "Belum tentu pihak2 yang mengatasnamakan asosiasi pekerja benar-benar memahami keinginan dan kebutuhan pekerja," ujar Mei.
"Kami betul-betul mengharapkan bantuan Pimpinan MPR agar masalah ini bisa disampaikan dan diketahui serta menjadi perhatiaan pemerintah pusat, khususnya Bapak Presiden Jokowi yang memang sedang gencar mengatasi masalah pengangguran dengan menciptakan lapangan kerja di Indonesia," ujar Mei.