REPUBLIKA.CO.ID, Catatan Alwi Shahab
Ahad 19 Agustus 2007, Front Pembela Islam (FPI) menyelenggarakan milad ke-9 di markasnya, Jatipetamburan, Jakarta Pusat. Acara ini dihadiri sekitar lima sampai enam ribu anggotanya, termasuk wakil FPI dari 25 provinsi.
Di sepanjang Jl Jatipetamburan III (sekitar 300 meter) digelar permadani untuk para jamaah. Sedang di sebagian ruas Jl Jatipemburan Raya, depan RS Pelni, hanya dapat dilewati kendaraan satu jalur karena sebagian dipadati massa yang mengenakan busana putih dan peci putih.
Acara itu dimulai shalat Subuh berjamaah. Diteruskan dzikir, tahlil dan ceramah maulid Nabi Muhammad SAW yang berlangsung hingga pukul 09.30 pagi. Diakhiri dengan pawai keliling Jakarta. Ketua Umum FPI Habib Rizieq Husein Shihab, ketika melepas pawai, meminta agar mereka tertib dan sopan.
Melihat begitu patuhnya para anggota FPI kepada ketua umumnya, saya teringat pada pemimpin Pandu Arab Indonesia, Husein Shihab, ayah Habib Rizieq Shihab. Pada awal 1950-an, Husein Shihab telah menghimpun para pemuda Arab untuk mengabdi pada bangsa melalui bidang kepanduan. Dia lebih dikenal dengan sebutan hopman kata Belanda untuk pemimpin kepanduan.
Seperti juga Habib Rizieq, ayahnya itu juga sangat cekatan dalam memimpin dan memberikan pengarahan kepada para pemuda yang tergabung dalam Pandu Arab Indonesia. Saya, yang juga menjadi anggota pandu ini lebih setengbah abad lalu, membandingkan penampilan sang ayah dengan putranya yang kini memimpin ratusan ribu massa FPI menurut Rizieq anggota FPI di Indinesia sekitar lima juta orang.
Sangat jauh berbeda dengan penampilan sang ayah yang sering memakai jas dan dasi, putranya ini selalu mengenakan jubah dan sorban. ”Ayah saya memang modern dan orangnya sangat berbaur,” kata Habib Rizieq, kelahiran Agustus 1965. Wajah Rizieq hampir sama dengan wajah almarhum ayahnya.
Sekalipun cara berpakaian dan berpikirnya modern, Husein Shihab sangat dekat dengan ulama Betawi terkemuka, Habib Ali Alhabsyi dari Kwitang, Jakarta Pusat. Pada acara-acara seperti Maulid Nabi, Isra Miraj dan menerima tamu asing, Habib Ali selalu meminta Husein Shahab yang fasih berbahasa Belanda menjadi MC.
Acara-acara Pandu Arab yang dilakukan tiap Sabtu sore berlangsung di halaman Madrasah Unwanul Falah di Kwitang. Madrasah yang dibangun oleh Habib Ali pada 1911 ini telah melahirkan sejumlah ulama Betawi.