REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Gufroni Sakaril mengatakan pemerintah, khususnya di dalam Peta Jalan Pendidikan (PJP) harus lebih memperhatikan penyandang disabilitas. Hingga saat ini, masih sedikit penyandang disabilitas yang bersekolah di sekolah inklusi.
Gufroni menjelaskan, banyak penyandang disabilitas yang ditolak di sekolah umum, padahal sudah ada sekolah inklusi. "Kalau melihat berita-berita di Google misalnya, banyak sekali adik-adik penyandang disabilitas yang ditolak masuk SD. Ini sangat memprihatinkan," kata dia, dalam paparannya saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi X DPR RI, Selasa (19/1).
Selama ini, menurut Gufroni penyandang disabilitas masih sering mendapatkan stigma negatif dan diskriminasi. Penyandang disabilitas dianggap tidak mampu belajar seperti anak-anak lainnya. Keterbatasan penyandang disabilitas menyebabkan mereka dianggap tidak layak mengikuti pendidikan umum.
Ia menjelaskan, kepesertaan penyandang disabilitas di sekolah hanya 5,48 persen di Indonesia. "Artinya, masih sangat sedikit mereka itu yang bisa belajar di sekolah formal khususnya," kata Gufroni menambahkan.
Pendidikan nasional terkait dengan pendidikan inklusi, perlu dipahami secara holistik. Kebutuhan-kebutuhan penyandang disabilitas harus dipahami secara keseluruhan sehingga bisa diakomodir oleh sekolah maupun lembaga pendidikan.
Gufroni menjelaskan, prinsip pendidikan inklusif adalah, setiap anak berhak memperoleh pendidikan dasar yang lebih baik, sebagaimana yang non disabilitas. Setiap anak juga berhak memperoleh layanan pada sekolah-sekolah yang ada di sekitarnya.
Lebih lanjut, ia berharap, PJP perlu disempurnakan khususnya berkaitan dengan pendidikan inklusi. PJP harus dibuat dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan pendidikan termasuk penyandang disabilitas.
Ia juga berharap, ke depannya terkait dengan pemahaman disabilitas bisa masuk ke dalam kurikulum. Menurut Gufroni, hal ini penting karena bisa mengajarkan anak lainnya bahwa ada temannya yang memiliki disabilitas. Rasa saling menghormati kemudian bisa ditanamkan.
"Kita masih mendengar teman-teman disabilitas di-bully, akhirnya dia keluar, masuknya SLB lagi. Padahal kita ingin lambat laun SLB itu hilang dan yang ada adalah sekolah inklusi, dimana penyandang disabilitas bisa sekolah di sekolah reguler," kata mantan humas salah satu televisi swasta ini.