REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Wikan Sakarinto mengatakan pendidikan vokasi di Indonesia harus memiliki tautan dan kesesuaian dengan kebutuhan dunia usaha dan industri. "Pendidikan vokasi harus menciptakan lulusan yang berkompeten dan memiliki kemampuan yang diperlukan dunia usaha dan industri," kata Wikan dalam rapat dengar pendapat Panitia Kerja Peta Jalan Pendidikan Komisi X DPR yang diikuti melalui siaran langsung akun Youtube DPR RI di Jakarta, Kamis (4/2).
Wikan mengatakan yang diinginkan dunia usaha dan industri terhadap lulusan pendidikan vokasi adalah keterampilan teknis (hard skill), keterampilan nonteknis (soft skill) dan karakter yang kuat.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki beberapa strategi yang diharapkan bisa masuk ke dalam peta jalan pendidikan, yaitu mulai dari kurikulum hingga pemberian beasiswa dari dunia usaha dan industri. "Kurikulum pendidikan vokasi harus sinkron dengan dunia usaha dan industri. Kemudian dosen dari industri yang mengajar harus diperbanyak, minimal 50 jam per program studi per semester," tuturnya.
Riset dan inovasi pada pendidikan vokasi juga harus diarahkan kepada riset terapan yang menghasilkan sebuah produk. Publikasi karya tulis tetap diperbolehkan, tetapi harus disertai dengan komitmen terapan untuk menghasilkan produk.
"Kebijakan riset vokasi adalah start from the end, yaitu riset untuk membuat alat yang bisa dipakai. Selama ini banyak riset membuat alat tetapi belum diketahui bisa digunakan atau tidak," katanya.
Selain itu, pola pikir pembelajaran yang perlu dikembangkan adalah dosen dan guru bukan hanya mengajar, melainkan juga harus bisa berperan sebagai mentor, teman, dan orang tua. Mereka diharapkan bisa mendidik dan mengajarkan ilmu yang menyenangkan dan bermanfaat.