REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Menjadi dosen, tidak cukup hanya mengajar. Ada sejumlah tugas lain harus dilakukan, yaitu wajib menulis, meneliti, dan mengabdi.
Alumnus Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Hastowohadi mengatakan, sosen saat ini seolah dikejar-kejar target untuk menerbitkan artikelnya di jurnal internasional terindeks Scopus. "Padahal dosen juga punya banyak agenda lainnya yang harus dikerjakan secara seimbang," katanya di Kota Malang, Jawa Timur, Jumat (5/3).
Sebelum resmi meraih ijazah magister, Hastowo telah resmi menjadi dosen di Akademi Penerbang Indonesia Banyuwangi. Awalnya, ia menyadari betul masih awam dalam dunia riset dan publikasi. Padahal, dua hal tersebut merupakan nyawa dari profesi dosen.
Sadar dengan kondisi tersebut, Hastowo giat belajar dari satu seminar ke seminar lainnya. Tidak jarang, ia harus berutang kepada teman demi bisa mengikuti seminar tentang riset dan publikasi.
"Pernah, saya nekat berangkat dengan sepeda motor sendirian ke Solo untuk ikut konferensi, padahal belum bayar. Alhamdulillah di detik akhir ada teman yang minjami," Hasto yang memulai karier sebagai guru SMK ini.
Tidak disangka semangatnya mengikuti berbagai seminar membawanya berkenalan dengan dosen King Abdulaziz University, Jeddah, Arab Saudi, Profesor Handoyo Puji Widodo. Pertemuan tersebut berhasil mematahkan kegusarannya mengenai kesulitannya melakukan publikasi ilmiah.
Tak hanya mengajari bagaimana menjadi peneliti dan penulis yang andal, menurut Hasto, Profesor Handoyo juga benar-benar menekankan bagaimana menerbitkan artikel Scopus tak berbayar. "Dalam bahasa beliau, ini Scopus Syariah. Publikasi artikel Scopus yang tidak berbayar," jelasnya.
Tak hanya aktif mengajar, Hastowo bersama ketiga koleganya Sandy Ferdiansyah, Rahman, dan Inayatul Mukaromah juga mendirikan Komunitas Menulis Banyuwangi pada 2017. Komunitas tersebut merupakan wadah bagi para dosen, akademisi, dan praktisi untuk saling belajar dan menghasilkan karya nyata di publikasi riset serta buku.
Seiring waktu, komunitas itu berganti nama menjadi Perkumpulan Peneliti dan Penulis Ilmu Sosial Indonesia (Periisai). Hastowo menjadi direktur Periisai. Komunitas yang telah berbadan hukum tersebut telah memiliki 300 anggota aktif.
Hastowo mengaku, tidak menyangka ditunjuk sebagai direktur. Namun atas dukungan dari sesama pendiri dan juga Profesor Handoyo, ia memberanikan diri untuk memegang amanah tersebut.