Senin 29 Mar 2021 10:13 WIB

Manajer untuk Sang Atlet

Bisa dihitung dengan jari atlet kita yang memiliki manajer.

Kapten Satria Muda Pertamina Arki Dikania Wisnu mencoba memasukkan bola saat menghadapi Indonesia Patriots di pertandingan IBL 2021, Jumat (19/3). Satria Muda mengalahkan Patriots 70-66.
Foto: IBL Indonesia
Kapten Satria Muda Pertamina Arki Dikania Wisnu mencoba memasukkan bola saat menghadapi Indonesia Patriots di pertandingan IBL 2021, Jumat (19/3). Satria Muda mengalahkan Patriots 70-66.

Oleh : Fitriyanto/Jurnalis Olahraga Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Menuju pertengahan malam, pada akhir pekan Sabtu, 27 Maret 2021, ketika sebagian besar masyarakat ibu kota sudah terlelap dalam peraduan. Sebuah percakapan grup yang beranggotakan para jurnalis olahraga masih terjaga. Diskusi kecil baru saja dimulai.

Percakapan diawali dengan rasa ingin tahu dari para peliput olahraga khususnya liputan basket di ibu kota ini mengenai jumlah pendapatan ataupun gaji yang didapatkan para atlet basket Indonesia. Siapa saja pebasket Indonesia yang dapat bayaran tertinggi.

Nama bintang Satria Muda Pertamina, Arki Dikania Wisnu, yang paling santer dibahas. Kemampuannya bermain di atas rata-rata pebasket Indonesia pada umumnya. Ia juga bermain untuk salah satu klub besar di Indonesia sehingga diyakini pemilik nomor punggung 33 inilah pebasket termahal Indonesia.

Selain nama bintang Satria Muda, muncul pula nama pebasket yang sudah memutuskan pensiun, mantan center Pelita Jaya Jakarta, Adhi Pratama dan mantan point guard timnas Indonesia Mario Wuysang. Ada pula rekan yang menyebut pemain IBL terbaik musim lalu yang kini dikontrak Prawira Bandung, Abraham Damar Grahita, sebagai pemain basket termahal Indonesia.

Saya pun kemudian flash-back ke empat tahun ke belakang. Kala itu bersama sejumlah jurnalis olah raga ibu kota, saya dijamu makan siang oleh "manajer", sengaja diberi tanda petik, karena memang menurut saya itu belum jabatan resmi. Karena lebih kepada membantu dan masih ada hubungan keluarga dengan Arki.

Dalam suasana santai tersebut, sang manajer, Ridi Djajakusuma mengatakan kalau pemainnya adalah pebasket dengan bayaran termahal di tanah air ketika itu. Termasuk jika dibandingkan dengan pemain asing, yang saat itu bayarannya ditetapkan maksimal 3.000 dolar AS per bulan atau sekitar Rp 40 juta untuk kurs kala itu.

Untuk memberitakan berapa gaji atau pendapatan atlet Indonesia dalam sebulan ataupun kontrak dalam setahun memang tidak mudah. Karena memang membuka kontrak atlet kepada media di Indonesia nyaris tidak ada.

Seperti hal tabu membuka nilai kontrak, tidak hanya gaji pemain. Kontrak sponsor pun tidak pernah dibuka kepada media. Mungkin khawatir dikenakan pajak. Atau mungkin masih malu karena jumlahnya yang tidak sesuai dengan yang didapatkan.

Padahal jika dibuka secara transparan, hal ini bisa membuat generasi muda yang masih ragu akan masa depan menjadi atlet lebih termotivasi. Tak dimungkiri, banyak calon atlet berbakat Indonesia, tidak melanjutkan kiprahnya karena ada keraguan atlet tidak mampu menghidupi diri dan keluarganya secara memadai. Apalagi banyak mantan atlet yang sengsara di masa tuanya.

Membuka kepada media jumlah bayaran seorang atlet yang dilakukan oleh manajer, baru saya dapatkan ketika Arki diperpanjang kontraknya selama empat tahun pada Oktober 2017 lalu oleh Satria Muda. Itupun tidak dibuka secara resmi saat kontrak ditandatangani.

Tidak dibukanya jumlah bayaran atlet kepada media karena memang tidak banyak atlet yang memiliki manajer. Bisa dihitung dengan jari atlet kita yang memiliki manajer. Padahal sebenarnya peran dari manajer untuk atlet ini sangat penting.

Manajer atlet tidak hanya membantu pemainnya membahas kontrak, melakukan negosiasi gaji, mencarikan sponsor pribadi. Namun yang tak kalah penting adalah membentuk karakter seorang atlet.

Manajer juga harus membantu bagaimana atlet ketika harus berhadapan dengan media. Sikap yang ditunjukkan sebagai atlet profesional, maupun komentar kepada media yang akan disiarkan kepada audiens juga sangat berpengaruh terhadap penilaian khalayak terhadap atlet tersebut.

Apalagi saat ini, saat media sosial bisa menghasilkan pendapatan yang tidak kecil, manajer tentu bersama tim, bisa membuat konten kreatif di media sosial seperti YouTube, yang bisa jadi penghasil tambahan. Atau kalau sukses bisa jadi yang utama.

Dengan adanya manajer, atlet tidak dipusingkan lagi dengan urusan kontrak dan mengatur kegiatan. Sehingga sang atlet bisa lebih fokus terhadap peningkatan kemampuannya dan mencetak prestasi tanpa harus dipusingkan dengan masalah non-teknis.

Pastinya di era pandemi seperti saat ini ketika banyak usaha yang kolaps dan berujung pemutusan hubungan kerja, maka manajer atlet akan menjadi salah satu profesi baru yang menjanjikan. Apalagi kalau olahraga kita sudah menjadi industri, maka bisa jadi akan menjadi profesi idaman.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement