Sabtu 10 Apr 2021 10:10 WIB

Risiko Wartawan: Diprotes Jenderal, Diancam Pembunuhan

Wartawan harus siap menghadapi komplen hingga ancaman.

Red: Karta Raharja Ucu
Dunia wartawan sangat dekat dengan komplain dan ancaman.
Foto:

Beda dengan zamanku. Saat menjadi redaktur politik, beberapa kali aku ditelepon tentara yang komplain soal berita. Kami sudah hapal dengan gayanya. Minta berita dicabut atau diralat.

Biasanya aku berkilah tak punya wewenang. Lalu dia menelepon ke koordinator liputan (korlip). Dari korlip dikembalikan ke aku lagi, sampai tentaranya bingung. Akhirnya dia bosan sendiri.

Suatu hari Mabes TNI komplain sebuah tulisan panjang di Republika. Pemred Irfan Junaidi memintaku untuk mendampinginya dalam pertemuan dengan Kapuspen TNI. Pertemuan dilakukan di sebuah restoran Arab di Menteng, Jakarta Pusat.  

Aku sudah mempelajari tulisan wartawan itu. Aku juga sudah siap berdebat dengan tim Kapuspen TNI.

Yang terjadi di sana kami tidak dimarahi. Malah diajak makan sambil ngobrol-ngobrol saja. Kami saling memberi masukan.

Gimana, seru tadi dimarahi Kapuspen TNI?” tanya seorang teman ketika aku sampai di kantor. Semua mengerubungiku pingin tahu apa yang terjadi.

“Seruu… Bukannya dimarahi, malah ditraktir nasi kebuli,” jawabku sambil tertawa terbahak-bahak.

“Hahaha... kirain ditodong pistol,” komentar teman yang tadi bertanya. Semua tertawa-tawa mendengar ceritaku selanjutnya.

Kadang kami dipanggil Dewan Pers soal komplain berita. Pihak yang merasa dirugikan oleh sebuah karya jurnalistik bisa mengadu ke Dewan Pers.

Jika laporan disampaikan ke polisi, biasanya polisi akan mengarahkan sengketa jurnalistik itu ke Dewan Pers. Begitu mekanismenya.  

Dewan Pers akan melakukan pemeriksaan atas bukti dan keterangan dari pengadu dan teradu. Sebelum mengambil keputusan Dewan akan memanggil kedua pihak untuk mediasi.

Jika ada proses mediasi di Dewan Pers, biasanya kantor mengirimku untuk hadir. Mungkin karena latar belakangku hukum. Bila dalam keputusan Dewan Pers kami dianggap bersalah, dan harus memuat hak jawab, maka kami akan melaksanakannya.

Kadang komplain berita dilakukan dengan langsung mendatangi kantor. Pernah kantor Republika didemo sekelompok orang untuk urusan berita. Lucunya komplain mereka ternyata salah alamat. Tapi tetap saja mereka kami terima.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement