REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hasanuddin Wahid, Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Anggota Komisi X DPR-RI
Ibadah puasa Ramadhan adalah salah satu syariah Islam yang mengandung nilai spiritual tinggi sekaligus memiliki dimensi sosial yang sangat luas. Puasa, bukanlah sekedar menahan diri dari makan dan minum sejak terbit matahari sampai terbenamnya.
Puasa mempunyai tujuan yang jauh dari pada itu, yaitu mendidik jiwa, membiasakan manusia mengalahkan hawa nafsu dan mengendalikan hawa nafsu, supaya menjadi manusia yang kuat dan sanggup mengatasi godaan atau kecenderungan hati untuk berbuat dosa, dan menghadapi segala sesuatu dengan penuh kesabaran.
Nilai spiritual yang tinggi
Ditilik dari aspek spiritual, puasa adalah jalan pintas untuk mendongkrak kualitas ketaqwaan seorang ataupun umat Muslim. Puasa adalah suatu proses yang dilakukan umat Muslim untuk menjadi manusia beriman dan bertaqwa secara sempurna (insan kamil).
Secara umum, puasa mempunyai tiga tingkatan yaitu puasa biasa, puasa khusus (khas) dan puasa sangat khusus (khawasul khawash). Puasa biasa adalah puasa yang dilakoni umat Muslim kebanyakan dalam bentuk menahan diri dari makan, minum dan hubungan biologis antara suami istri dalam jangka waktu tertentu.
Pada tingkat kedua adalah puasa khusus. Puasa ini dilakoni dengan cara menahan telinga, mata, lidah, tangan serta kaki dan juga anggota badan lainnya dari perbuatan maksiat. Sedangkan, pada tingkat ketiga, puasa sangat khusus (khawasul khawash) adalah puasa hati yang dihayati dengan cara menjaga hati dari lalai mengingat Allah SWT.
Selama sebulan penuh umat Muslim diminta tak hanya menahan lapar dan haus tetapi juga menjauhkan diri dari dosa. Selama puasa, umat Muslim diperintahkan untuk lebih menyadari kehadiran Allah dalam kehidupannya dan berusaha menjadi lebih fokus serta lebih banyak beribadah dibandingkan bulan-bulan lain. Dengan demikian, melalui ibadah puasa, umat Muslim berpeluang mengembangkan kehidupan spiritualnya dengan memperkuat hubungannya dengan Allah SWT.