REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Virus Covid-19 diketahui kerap bermutasi agar menjadi lebih efisien dan menginfeksi lebih banyak orang. Mutasi terbaru yang kini menimbulkan kekhawatiran adalah varian Delta, jenis yang pertama kali muncul di India, dan sejak itu menyebabkan kehancuran di negara terkait.
Pada akhir Mei, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengganti nama varian coronavirus yang menjadi perhatian. Varian Delta telah diidentifikasi di AS dan menyumbang lebih dari 6 persen kasus COVID, menurut Anthony Fauci, kepala penasihat medis presiden. Mantan komisaris Food and Drug Administration Dr. Scott Gottlieb mengatakan kepada CBS bahwa Delta saat ini menyumbang sekitar 10 persen infeksi dan berlipat ganda setiap dua pekannya.
AS beruntung memiliki ketersediaan vaksin yang luar biasa, namun dengan meningkatnya jumlah orang yang divaksinasi terhadap COVID-19, kemunculan varian Delta di AS justru kian mengkhawatirkan. Berikut hal apa saja yang perlu diketahui, dikutip laman Cnet, Senin (21/6).
Lebih menular
Strain ini sekitar 60 persen lebih mudah menular daripada varian Alpha (strain yang pertama kali didokumentasikan di Inggris), menurut ahli epidemiologi Inggris Neil Ferguson. Varian delta diduga membawa potensi penyakit yang lebih parah. Dalam sebuah penelitian di Skotlandia yang diterbitkan pada 14 Juni, para peneliti menemukan bahwa dibandingkan dengan varian Alpha, Delta menggandakan risiko rawat inap.
Para ahli di AS saat ini khawatir karena akhirnya Delta menjadi jenis yang dominan di AS. Para ilmuwan masih mendesak vaksinasi sebagai jalan keluar dari pandemi mematikan ini.
Dampak Delta
Seperti yang dilaporkan Business Insider, saat ini tidak ada cukup data untuk mendukung bahwa varian Delta menyebabkan gejala COVID-19 yang tidak biasa. Selain itu, Delta sulit dikaitkan dengan gejala tertentu karena merupakan salah satu dari tiga jenis yang serupa.
WHO memberi label "varian perhatian" dan "varian minat" menggunakan huruf alfabet Yunani. Varian yang menjadi perhatian, termasuk Delta, berarti telah dikaitkan dengan peningkatan penularan, peningkatan virulensi atau perubahan presentasi klinis, dan/atau penurunan efektivitas tindakan kesehatan masyarakat, menurut WHO.
Bagaimana vaksin melawan Delta
Penelitian dari akhir Mei oleh Kesehatan Masyarakat Inggris Inggris menemukan bahwa dua dosis vaksin COVID-19 Pfizer atau AstraZeneca efektif terhadap varian Delta, 88 persen (Pfizer) dan 60 persen (AstraZeneca). Meskipun penelitian ini menunjukkan bahwa dua dosis masing-masing sekitar 5 dan 6 persen kurang efektif, dengan varian Delta daripada strain Alpha, studi juga menemukan bahwa kedua vaksin memiliki efektivitas sekitar 33,5 persen terhadap Delta setelah satu dosis AstraZeneca atau Pfizer.