Rabu 07 Jul 2021 06:04 WIB

Ketika Agama Mengalami Desakralisasi

Lesson Learning dari Covid-19 (8)

Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar berpose saat wawancara khusus bersama Republika di ruangannya di Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (28/7). Dalam wawancara tersebut membahas tentang progres renovasi Masjid Istiqlal.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar berpose saat wawancara khusus bersama Republika di ruangannya di Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (28/7). Dalam wawancara tersebut membahas tentang progres renovasi Masjid Istiqlal.

Oleh : Prof Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal

REPUBLIKA.CO.ID, -- Islam adalah sistem nilai yang sarat dengan ajaran sakral. Nilai-nilainya bersumber dari Tuhan yang biasanya melalui kitab suci. Nilai-nilainya berisi ajaran tuntunan kehidupan yang harus dikuti. Tuhan menjanjikan syurga bagi yang mengikutinya dan menjanjikan neraka bagi yang menentangnya.

Ajaran agama bersifat sakral karena tuntunan langsung dari Tuhan. Berbeda dengan tuntunan yang merupakan produk kecerdasan manusia hanya bersifat luhur dan profane tetapi tidak sampai sakral. Desakralisasi ajaran agama, adar atau tidak sadar, akan berdampak pada kelestarian hidup alam semesta.

Setiap agama dapat dibedakan dengan ajaran yang bersumber langsung atau tidak langsung dari Tuhan melalui kitab suci-Nya. Islam mempunyai dua ajaran inti, yakni ajaran yang dasar dan ajaran non dasar. 

Ajaran dasar berisi aqidah dan Syari’ah yang mengatur perinnsip-perinsip dasar kehidupan manusia. Sedangkan ajaran non-dasar lebih bersifat kelengkapan dan aksesoris sebagai pengayaan dari ajaran dasar yang tertuang di dalam kitab suci. 

Ajaran-ajaran yang bersifat nondasar tidak sepenuhnya bisa disebut sakral karena di antaranya ada yang diadakan sendiri oleh manusia sebagai kelengkapan system ajaran. Biasanya diambil dari nilai-nilai kearifan local, misalnya tradisi perkawinan. 

Ajaran dasar perkawinan menurut syari’ah sangat  simpel: Ada dua calon pengantin laki-laki dan perempuan, ada wali yang mengawinkan, ada dua orang saksi utama, ada mahar yang diperuntukkan kepada calon mempelai perempuan, ada shigat perkawinan yang diucapkan oleh calon pengantin laki-laki.

Ajaran agama yang sakral ialah ajaran yang lansung secara tekstual ditemukan dasarnya di dalam kitab suci atau sabda nabi-Nya. Contohnya, petunjuk Al-Qur’an atau hadis untuk melakukan berbagai kewajiban seperti ibadah mahdhah, berlomba-lomba melakukan kebaikan dan menghindari larangan-Nya. 

Sedangkan contoh ajaran yang dihubungan dengan agama tetapi tidak dianggap sakral ialah ajaran yang lahir sebagai kreasi penganutnya seperti tradisi yang menyertai rukun dan syarat perkawinan. 

Perkawinannya sendiri sakral sebagaimana dilukiskan dalam Al-Qur’an dengan perjanjian suci (mitsaqan galidhan). Akan tetapi upacara lamaran dan variasi adat yang melekat pada upacara perkawinan hanya merupakan nilai profane, bukan nilai sakral.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement