REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim, Sarwono Kusumaatmadja mengatakan, Indonesia memiliki basis sumber daya alam dan potensi karbon biru yang sangat kaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Hal ini didukung oleh fakta bahwa Indonesia meliputi lebih dari 60 persen dari total wilayah coral triangle dunia.
"Dunia sedang mengalami akselerasi perubahan iklim, dan perekonomian dunia akan menyesuaikan dengan tantangan tersebut. Dengan potensi ekonomi dan ekologi yang sangat besar, kita harus mengatur mindset bahwa Indonesia merupakan negara climate super power," kata Sarwono, dalam keterangannya, Jumat (9/7).
Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, KKP, Andi Rusandi menyampaikan ekosistem karbon biru berpotensi menyerap 50 persen karbon yang ada di atmosfer. Perluasan kawasan konservasi perairan dengan target 32,5 juta hektar di tahun 2030, ditargetkan setidaknya 20 juta hektar yang dikelola dengan baik sehingga ekosistem mangrove dan lamun dapat berfungsi secara optimal.
Saat ini setidaknya 92,73% ekosistem lamun sudah masuk ke dalam kawasan konservasi. Penetapan kawasan konservasi sebagai legal basis yang kuat membutuhkan pengelola, SDM, dan anggaran.
"Diperlukan pengawalan dari pusat sehingga target konservasi sama-sama dapat dicapai antara pusat dan daerah. Inovasi, kolaborasi, penyadartahuan menjadi poin penting dalam usaha konservasi ini," ujar Andi.
Sementara itu, Direktur Pengelolaan Sampah, Ditjen PSLB3, Novrizal Tahar, menyampaikan, sampah merupakan salah satu predator bagi ekosistem pesisir di Indonesia. Timbunan sampah di lautan berasal dari kebocoran sampah dari daratan ke perairan serta aktivitas di lautan.
Saat ini, Indonesia sedang mengimplementasikan Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2018 tentang penanganan sampah laut, bahwa Indonesia akan menurunkan sampah laut sebesar 70 persen pada tahun 2025. Rencana aksi yang dilakukan meliputi lima kelompok kerja yang terintegrasi dengan berbagai lembaga.