Selasa 13 Jul 2021 12:14 WIB

Udara Kotor Memperburuk Covid-19

Penelitian mengungkap kaitan antara keparahan Covid-19 dengan polusi udara.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Reiny Dwinanda
Polusi udara (Ilustrasi). Semakin buruk kontaminasi udara lokal, semakin tinggi kemungkinan orang membutuhkan perawatan intensif dan ventilasi mekanis saat berjuang sembuh dari Covid-19.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Polusi udara (Ilustrasi). Semakin buruk kontaminasi udara lokal, semakin tinggi kemungkinan orang membutuhkan perawatan intensif dan ventilasi mekanis saat berjuang sembuh dari Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian di Amerika Serikat menunjukkan udara kotor berkontribusi pada keparahan Covid-19. Untuk sampai pada kesimpulan tersebut, para peneliti mempelajari 2.038 orang dewasa yang dirawat di rumah sakit akibat Covid-19 di Detroit, salah satu kota paling tercemar di Amerika.

Seperti dilansir Reuters, peneliti menemukan pasien yang membutuhkan perawatan intensif dan bergantung pada alat bantu napas banyak yang berdomisili di lingkungan dengan tingkat polusi udara dan cat timbal yang lebih tinggi. Semakin buruk kontaminasi udara lokal, semakin tinggi kemungkinan orang membutuhkan perawatan intensif dan ventilasi mekanis.

Baca Juga

Anita Shallal dari Rumah Sakit Henry Ford Detroit mengatakan, paparan jangka panjang terhadap polusi udara dapat merusak sistem kekebalan tubuh dan membuatnya lebih rentan terhadap infeksi virus. Sementara itu, partikel halus dalam polusi udara juga dapat bertindak sebagai pembawa virus dan membantu penyebarannya.

Varian Beta meningkatkan kematian

Para peneliti di Afrika Selatan menemukan varian Beta dari virus corona mungkin lebih mematikan daripada virus versi asli. Peneliti mempelajari lebih dari 1,5 juta pasien Covid-19.

Meskipun varian Delta sekarang menyumbang persentase terbesar dari kasus Covid-19 baru di banyak negara, varian Beta juga masih beredar. Varian Beta memiliki mutasi yang membuatnya sangat menular dan lebih sulit untuk dicegah atau diobati daripada versi aslinya.

Para peneliti menemukan, orang yang terinfeksi pada gelombang kedua pandemi, ketika Beta dominan, lebih mungkin memerlukan rawat inap daripada mereka yang terinfeksi selama gelombang pertama, setelah memperhitungkan faktor risiko pasien dan seberapa beban rumah sakit. Selanjutnya, menurut laporan yang diterbitkan Jumat di The Lancet Global Health, pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit memiliki risiko kematian 31 persen lebih tinggi pada gelombang kedua.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement