REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang gadis 14 tahun meninggal akibat Covid-19 di sebuah rumah sakit di Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu (14/8). Remaja itu kehilangan nyawa setelah orang tuanya yang diketahui percaya hoaks tidak mengizinkan dokter merawat sang anak dengan maksimal.
Kisah getir itu dibagikan oleh seorang perawat yang mendampingi anak tersebut. Perawat menjelaskan, anak tersebut sudah menjalani perawatan di rumah sakit selama sembilan hari.
Menurut sang perawat, pasiennya sempat mengalami kemajuan. Pasien bisa berkomunikasi secara baik, namun kondisinya kemudian memburuk.
"Malam ini, saya tak berdaya, cuma bisa memegang tangan dan membelai rambut seorang gadis cantik berusia 14 tahun saat dia pergi dari dunia ini," tulis Jessica yang merupakan perawat ICU, melalui akun Twitter-nya, dilansir The Sun, Jumat (20/8).
Tonight I helplessly held the hand of and stroked the hair of a beautiful 14 year old girl as she exited this world. She was looking forward to starting high school and eventually becoming a veterinarian. It was so senseless! I truly believe she could have been saved if her
— Jessica M. MSN, FNP-C (@Jessicam6946) August 14, 2021
Menurut Jessica, pasiennya tak sabar untuk mulai sekolah menengah untuk mengejar cita-cita menjadi dokter hewan. Jessica meyakini bahwa jika gadis itu telah divaksinasi dan mendapatkan perawatan yang optimal, maka nyawanya bisa terselamatkan.
Jessica menyebut, andai orang tuanya tidak melarang tim dokter melakukan intubasi, mungkin anak tersebut bisa selamat. Ia menyesalkan tindakan orang tua yang tak memberi persetujuan prosedur medis darurat untuk pemasangan alat bantu napas tersebut.
parents had not forbidden us from intubating her. A free vaccination would have prevented it all! This little girl was robbed of her whole life and of fulfilling all of her dreams. She had been with us 9 days and was able to communicate well until taking a turn for the worse
— Jessica M. MSN, FNP-C (@Jessicam6946) August 14, 2021
Jessica juga menyesalkan tindakan orang tua sang anak yang tidak mengizinkan putrinya divaksinasi. Padahal, vaksin yang bisa diperoleh secara gratis itu berpotensi menyelamatkan nyawa. Penolakan itu, menurut Jessica, sama saja seperti merampas nyawa dan kesempatan sang anak untuk memenuhi semua mimpi dalam hidupnya.