REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Memperingati 34 tahun berdirinya Fisheries Diving Club IPB (FDC IPB), sejumlah anggota klub selam mahasiswa tersebut melakukan ekspedisi Bernama “Zooxanthellae”. Ekspedisi Zoxanthellae adalah kontribusi langsung FDC IPB kepada masyarakat Indonesia di sejumlah daerah.
Ketua Ekspedisi Zooxanthellae Pandu Askaria mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk mengungkap potensi alam dan sosial ekonomi yang di miliki daerah tersebut. Pada kesempatan kali ini, XPDC Zooxanthellae telah dilaksanakan di Pulau Sebesi, Lampung Barat, pada 7-13 September 2021.
“Ekspedisi ini dibuat agar kelestarian lingkungan perairan Pulau Sebesi bisa dipandang oleh masyarakat luas dan harapannya bisa dikembangkan untuk pelestarian wilayah perairannya itu sendiri," kata Pandu, Senin (20/9).
Menurut Pandu, ini merupakan kali ke-16 XPDC Zooxanthellae ini dilakukan. Kegiatan Ekspedisi Zooxanthellae berfokus pada pengambilan data secara langsung di lapangan.
Data ekologi yang diambil pada kegiatan ini meliputi meliputi data kualitas air, hard coral, soft coral, ikan terumbu, makrobentos, rugositas, indeks kesesuaian wisata, indeks kesesuaian budidaya, sedangkan data sosial ekonomi akan membahas tentang pariwisata dan ekonomi perikanan di Pulau Sebesi.
"Data ekologi diambil selama empat hari mencakup tujuh titik penyelaman. Pengambilan data ekologi mengalami beberapa kendala yang cukup menantang, diantaranya cuaca yang kurang mendukung dan arus kencang yang menerpa mewarnai usaha pengambilan data yang dilakukan," kata Pandu.
Sementara pengambilan data sosial ekonomi dilaksanakan selama satu hari, dengan mewawancara pihak masyarakat, para pemangku kepentingan, pemilik usaha pariwisata, dan pemilik keramba jaring apung. Menurut Pandu, masyarakat Sebesi sangat ramah kepada pendatang dan antusias dalam wawancara yang tim Zooxanthellae lakukan.
"Masyarakat Pulau Sebesi menggantungkan perekonomian mereka pada hasil perkebunan yang sangat produktif. Komoditas utama pulau ini adalah kelapa, pisang dan kakao. Sektor perikanan di Pulau Sebesi mayoritas masih menjadi pekerjaan sampingan masyarakat jika senggang di perkebunan," kata Pandu.
Walaupun hasil laut dari perairan Pulau Sebesi cukup kaya dengan banyaknya ikan seperti tongkol, cuek, bawal, kerapu bahkan terkadang dapat ditemukan ikan marlin di perairan ini. Dahulu banyak wisatawan yang berwisata ke pulau ini untuk memancing atau sekedar menikmati keindahan alam yang tersedia.
Kegiatan pariwisata memutar perekonomian Sebesi dengan sangat baik. Namun bencana Tsunami pada 2018 merubah segalanya. Wisatawan menjadi takut untuk datang ke Sebesi setelah tsunami meluluhlantahkan Sebagian dari pulau yang bertetangga dengan Gunung Krakatau ini.
Pulau Sebesi sendiri sempat tidak ditempati dan mayoritas masyarakatnya diungsikan ke daerah Kalianda akibat bencana alam tersebut. Kini setelah tiga tahun bencana alam tersebut, masih menyisakan trauma yang mendalam bagi masyarakat dan pariwisata Pulau Sebesi. Covid yang melanda semakin memperburuk keadaan hingga pariwisata pulau ini dapat dikatakan telah berakhir masa jaya nya.
Ketua Badan Pengelola Daerah Perlindungan Laut Pulau Sebesi Ahyar berkeyakinan bahwa pariwisata di pulau sebesi dapat Kembali ke titik jayanya setelah pandemi Covid-19. Dia optimistis dengan semangat masyarakat Sebesi kini dan kondisi alam pulau dan perairan di sekitar Sebesi yang masih asri, Pulau Sebesi akan menjadi tempat yang ramai dikunjungi wisatawan.
"Bahkan dapat melampaui wisatawan Gunung Krakatau yang kini tidak boleh disinggahi semenjak tsunami 2018," kata Ahyar.
Hal senada disampaikan Ketua Kelompok Sadar Wisata Pulau Sebesi Saipul. Dia yakin masih banyak potensi wisata di Pulau Sebesi yang belum terekspos khalayak umum, seperti wisata mendaki gunung, berburu babi, dan juga agrowisata dengan memanfaatkan banyaknya perkebunan di pulau ini.