Rabu 10 Nov 2021 20:18 WIB

Vaksin mRNA Covid-19 Aman, Efek Samping Cenderung Ringan

Sebuah studi baru menyatakan vaksin mRNA Covid-19 relatif aman.

Ibu hamil berisiko lebih besar mengalami gejala parah, bahkan kematian akibat Covid-19. Meski begitu, banyak ibu yang masih ragu untuk menjalani vaksinasi karena berbagai kekhawatiran, salah satunya adalah mereka mungkin dapat mengalami keguguran akibat vaksin.  Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat menemukan bahwa risiko keguguran pada ibu hamil yang menerima vaksinasi untuk mencegah infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) adalah 12,8 persen. Jumlah ini dinilai berada dalam kisaran normal.  
Foto: AP/David Zalubowski
Ibu hamil berisiko lebih besar mengalami gejala parah, bahkan kematian akibat Covid-19. Meski begitu, banyak ibu yang masih ragu untuk menjalani vaksinasi karena berbagai kekhawatiran, salah satunya adalah mereka mungkin dapat mengalami keguguran akibat vaksin. Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat menemukan bahwa risiko keguguran pada ibu hamil yang menerima vaksinasi untuk mencegah infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) adalah 12,8 persen. Jumlah ini dinilai berada dalam kisaran normal.   "Temuan ini menambah bukti bahwa vaksin Covid-19 dengan jenis mRNA selama kehamilan adalah aman,” tulis tim peneliti CDC dalam sebuah pernyataan, dilansir The Sun. Penelitian terbaru melihat sebanyak 14,3 persen dari 105.000 pasien Covid-19 yang merupakan ibu hamil antara Desember 2020 hingga 28 Juni lalu telah mendapatkan satu dosis vaksin. Studi menemukan bahwa delapan persen dari mereka yang sudah menerima vaksin dapat menjalani kehamilan dengan baik dan 8,6 persen lainnya mengalami keguguran. Data tersebut menunjukkan bahwa ibu hamil risiko keguguran tidak memiliki peluang lebih tinggi setelah vaksinasi. Penulis utama studi, Elyse Kharbanda, yang juga merupakan peneliti senior di Health Partners Institute mengatakan temuan ini seharusnya memberi kepercayaan lebih besar bagi para ibu hamil untuk divaksinasi. "Sangat penting bagi ibu hamil untuk melindungi diri mereka dari virus karena Covid-19 dapat berdampak lebih parah dan menyebabkan komplikasi kelahiran," jelas Kharbanda.

REPUBLIKA.CO.ID, 

Oleh: Umi Nur Fadhilah

Baca Juga

Ilmuwan di Food and Drug Administration (FDA) AS dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyebut vaksin messenger RNA (mRNA) Covid-19 relatif aman. Namun, ada sebagian besar efek samping yang dilaporkan bersifat ringan dan berdurasi pendek.

Sebuah studi baru yang diunggah ke server pracetak medRxiv baru saja menganalisis data keamanan dari lebih dari 298 juta vaksin mRNA Covid-19, yang diberikan dalam enam bulan pertama di AS. Berdasarkan kelompok usia, kematian yang terkait dengan efek samping vaksin lebih rendah dari yang diperkirakan sejumlah pihak. Para peneliti mengkonfirmasi vaksin tetap menjadi senjata paling efektif dalam mencegah infeksi Covid-19 yang parah.

Dilansir News Medical pada Rabu (10/11), tim peneliti mengumpulkan data keamanan vaksin Covid-19 dari sistem pelaporan kejadian buruk vaksin (VAERS) pemerintah AS. Dalam database ini, individu dapat secara sukarela menyerahkan laporan penyakit atau masalah kesehatan yang belum diverifikasi, yang mungkin terkait dengan vaksinasi.

Dari 14 Desember 2020 hingga 14 Juni 2021, total ada 298.792.852 dosis vaksin COVID-19 mRNA diberikan di Amerika Serikat. Dari jumlah itu, sebanyak 167.177.332 berasal dari vaksin Pfizer-BioNTech, dan 131.639.515 berasal dari vaksin Moderna.

Mayoritas vaksin diberikan kepada perempuan (53,2 persen) dibandingkan laki-laki (45,8 persen). Usia rata-rata vaksinasi adalah 50 tahun untuk dosis Pfizer-BioNTech, dan 56 tahun untuk vaksin Moderna. Orang kulit putih non-Hispanik terdiri dari 38,4 persen penerima vaksin. Sebanyak 340.522 laporan muncul di VAERS. Sekitar 164.669 laporan menjelaskan efek samping dari vaksin Pfizer-BioNTech dan 175.816 laporan menjelaskan efek samping dari vaksin Moderna.

Sekitar 92,1 persen dokumentasi tentang efek samping vaksin Covid-19 tidak parah. Efek samping tidak berat yang paling umum termasuk laporan sakit kepala (20,4 persen), kelelahan (16,6 persen), demam (16,3 persen), menggigil (15,7 persen), dan nyeri (15,2 persen). Sekitar 6,6 persen dari efek samping yang dilaporkan parah, tetapi tidak mengakibatkan kematian. Sekitar 1,3 persen dari efek samping yang dilaporkan adalah kematian setelah vaksinasi. Efek samping yang serius termasuk sesak napas (15,4 persen), kematian (14,1 persen), demam tinggi (11 persen), kelelahan (9,7 persen), dan sakit kepala (9,5 persen).

Sebanyak 4.472 laporan kematian non-duplikat dibuat untuk VAERS. Sekitar 46,7 persen dari laporan kematian terjadi setelah vaksinasi Pfizer-BioNTech. Sebaliknya, 53,3 persen kematian dilaporkan setelah vaksinasi Moderna. Lebih dari 80 persen kematian yang dilaporkan berasal dari orang yang berusia 60 tahun atau lebih, usia rata-rata adalah 76 tahun. Sekitar 18,3 persen kematian yang dilaporkan berasal dari warga yang dirawat di fasilitas perawatan jangka panjang.

Dalam 4.119 laporan, orang kemungkinan besar meninggal sekitar 10 hari setelah vaksinasi. Padahal, jumlah kematian terbesar terjadi satu atau dua hari setelah vaksinasi.

Dibandingkan dengan tingkat latar belakang kematian, peneliti mengungkapkan kematian yang dilaporkan kepada VAERS setelah vaksinasi mRNA secara konsisten 15-30 kali lebih jarang dalam tujuh hari vaksinasi, dan 50 kali lebih jarang dalam 42 hari vaksinasi. Pada 18,1 persen kematian yang memiliki sertifikat dan laporan otopsi, penyebab kematian paling umum adalah penyakit jantung (46,5 persen) dan infeksi Covid-19 (12,6 persen).

Lebih dari tujuh juta orang yang menerima vaksin mRNA Covid-19 terdaftar di v-safe, yakni tempat para peneliti mempelajari dampak vaksin terhadap kehidupan orang-orang. Ini termasuk survei kesehatan pascavaksinasi seminggu setelah setiap dosis.

Usia rata-rata peserta dalam v-safe adalah 50 tahun. Orang-orang melaporkan sendiri kesulitan melakukan aktivitas, sehari setelah vaksinasi. Wanita lebih banyak daripada pria, dan orang di atas 65 tahun lebih mungkin melaporkan efek samping vaksin yang memengaruhi aktivitas sehari-hari mereka.

Selain itu, orang melaporkan lebih banyak dampak kesehatan setelah dosis vaksin kedua. Jarang ada laporan tentang efek samping vaksin yang mendorong perawatan medis. Namun, v-safe tidak menanyakan gejala apa yang menyebabkan pasien mencari bantuan profesional. Temuan ini mungkin berguna untuk orang dewasa yang tidak divaksinasi, yang mungkin ragu-ragu karena kekhawatiran kehilangan pekerjaan saat berurusan dengan efek samping vaksin.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement