Kamis 25 Nov 2021 20:42 WIB

China Ingin Buat Pesawat Luar Angkasa Sepanjang 1 Kilometer

Studi kelayakan proyek ambisius China ini menelan biaya Rp 32 miliar.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Dwi Murdaningsih
 Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Berita Xinhua, astronot China dari kiri, Tang Hongbo, Nie Haisheng dan Liu Boming melambai di lokasi pendaratan Dongfeng di Daerah Otonomi Mongolia Dalam Tiongkok utara pada Jumat, 17 September 2021. Trio astronot Tiongkok kembali ke Bumi pada hari Jumat setelah 90 hari tinggal di stasiun luar angkasa pertama negara mereka dalam misi terpanjang China. China kini memiliki berbagai misi ambisius untuk prooyek luar angkasa, termasuk membuat pesawat sepanjang 1 km.
Foto: AP/Ju Zhenhua/Xinhua
Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Berita Xinhua, astronot China dari kiri, Tang Hongbo, Nie Haisheng dan Liu Boming melambai di lokasi pendaratan Dongfeng di Daerah Otonomi Mongolia Dalam Tiongkok utara pada Jumat, 17 September 2021. Trio astronot Tiongkok kembali ke Bumi pada hari Jumat setelah 90 hari tinggal di stasiun luar angkasa pertama negara mereka dalam misi terpanjang China. China kini memiliki berbagai misi ambisius untuk prooyek luar angkasa, termasuk membuat pesawat sepanjang 1 km.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- China sedang menyiapkan pembuatan pesawat ruang angkasa super besar yang panjangnya mencapai 1 kilometer. Namun seberapa mungkin proyek ini bisa direalisasi?.

Proyek ini merupakan bagian proposal penelitian dari National Natural Science Foundation of China, sebuah lembaga pendanaan yang dikelola oleh Kementerian Sains dan Teknologi negara itu. Garis besar penelitian yang diposting di situs webnya menggambarkan pesawat luar angkasa yang sangat besar sebagai peralatan kedirgantaraan strategis utama untuk penggunaan sumber daya ruang angkasa di masa depan, eksplorasi misteri alam semesta, dan kehidupan jangka panjang di orbit.

 

Lembaga tersebut ingin para ilmuwan melakukan penelitian tentang metode desain baru yang ringan yang dapat membatasi jumlah material konstruksi yang harus diangkat ke orbit. Ini termasuk teknik baru untuk merakit struktur masif seperti itu secara aman di luar angkasa. 

 

Jika didanai, studi kelayakan akan berjalan selama lima tahun dan menghabiskan anggaran 2,3 juta dolar AS atau Rp 32 miliar. Proyek ini mungkin terdengar seperti fiksi ilmiah, tetapi mantan kepala teknologi NASA Mason Peck mengatakan ide itu tidak sepenuhnya keluar dari logika. Ia menilai tantangannya lebih merupakan pertanyaan teknis daripada sains fundamental. 

 

"Saya pikir itu sepenuhnya layak," kata Peck dimana sekarang menjabat profesor teknik kedirgantaraan di Cornell University, dilansir dari Live Science pada Kamis (25/11).

 

"Saya akan menggambarkan masalah di sini bukan sebagai hambatan yang tidak dapat diatasi," ujar Peck.

 

Peck menganggap sejauh ini tantangan terbesar adalah kesiapan dana karena butuh biaya besar untuk meluncurkan objek dan material ke luar angkasa. Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), yang lebarnya hanya 110 meter menelan biaya sekitar 100 miliar dolar AS atau nyaris Rp 1.500 triliun untuk pembangunannya.

 

"Jadi membangun sesuatu yang 10 kali lebih besar dari itu akan membebani anggaran nasional di negara paling dermawan sekalipun," ucap Peck. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement