REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Internet generasi kelima (5G) sudah diperkenalkan di Indonesia. Teknologi 5G saat ini sudah mulai dikomersialisasi. Kecepatan yang tinggi, latensi yang minim, dan kemampuannya melakukan koneksi antarmesin, mem buat teknologi ini mampu menjadi disrupsi di berbagai sektor industri.
Saat ini, tak ada orang bisa lari dari digitalisasi. Ketersediaan teknologi yang semakin luas, seperti mobile connectivity, kecerdasan buatan (AI), cloud analytic, dan big data secara dramatis telah mengubah cara hidup dan bekerja, hingga cara kita berinteraksi.
President Director PT Lintas Teknologi Muhamad Paisol mengungkapkan, berdasarkan riset World Economic Forum, selama 2016 hingga 2025 digitalisasi di lima industri utama yang bergantung pada industri telekomuni kasi, telah bernilai lebih dari 10 triliun dolar Amerika Serikat (AS). Dalam riset tersebut, lima industri utama yang tergantung pada industri telekomunikasi, yakni media dan hiburan, electricity, logistik, otomotif, dan yang terbesar adalah lokapasar.
Menurutnya, hal ini membuktikan industri lokapasar telah mengalami revolusi digital yang sangat signifikan. "Hari ini cara kita melakukan transaksi jual dan beli sangat berbeda dibanding 10 tahun yang lalu, di mana semua transaksinya menggunakan digital channel, seperti internet mobile network. Termasuk juga ketersediaan infrastrukturnya, seperti payment gateway dan seterusnya," kata Paisol dalam acara Lintas Teknologi 20Lutions Day, Selasa (23/11).
Ia melanjutkan, sekarang ini banyak orang melihat jaringan 5G akan menjadi katalis revolusi digital. Karena, 5G menjanjikan kecepatan yang jauh lebih cepat, kapasitas lebih besar, dan latensi yang sangat kecil.
Berarti mobil tanpa pengemudi, operasi medis jarak jauh, dan aplikasi robotik bukan hanya khayalan di masa depan, melainkan juga sudah siap hadir tak lama lagi. Hal ini, Paisol menyebutkan, akan menjadi peluang bisnis besar di dunia enterprise atau B2B sehingga investasi dalam menggelar 5G juga dilakukan secara masif.