REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengungkapkan, pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) sekolah mengacu pada dua aturan. Kedua aturan itu adalah Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri dan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) tentang level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
"Sekolah mengacu SKB Empat Menteri dan Inmendagri tentang level PPKM," ungkap Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kemendikbudristek, Jumeri, kepada Republika, Kamis (20/1/2022).
Senada dengan Jumeri, Plt Kepala Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek, Anang Ristanto, menyebut pelaksanaan PTM mengacu pada SKB Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19. Kebijakan tersebut dikatakan sudah disusun secara adaptif dengan mempertimbangkan perkembangan situasi pandemi.
"Kebijakan SKB Empat Menteri ini disusun secara adaptif dengan mempertimbangkan perkembangan situasi pandemi terkini. Hal tersebut dilakukan demi kemaslahatan masyarakat, utamanya anak-anak Indonesia," ungkap Anang.
Anang menerangkan, pelaksanaan PTM saat ini masih mengacu pada SKB Empat Menteri tersebut. Kebijakan yang mengatur tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi Covid-19 itu dia sebut disusun dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti para pakar epidemiologi, satgas Covid-19, serta lintas kementerian, dan lembaga yang disusun secara seksama.
Sebelumnya, Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Djoko Adi Waluyo, menilai, siasat diperlukan dalam menyikapi kemunculan Omicron di tengah pelaksanaan PTM 100 persen di banyak daerah. Menurut dia, harusnya di situasi saat ini sekolah dapat mengatur kapasitas sekolah dan kembali melakukan pembelajaran campuran.
"PGRI menganggap, ketika PTM 100 persen dan Omicron meningkat, tentu jalan keluarnya adalah, bukan kita menolak PTM 100 persen, tapi menyiasatinya, tetap kita gunakan hybrid learning. Kombinasi online dan offline," ujar Djoko lewat pesan suara, Kamis (13/1).
Dalam pelaksanaan pembelajaran campuran itu, kata Djoko, dapat dilakukan gradasi kapasitas sekolah di masing-masing daerah sehingga tidak semua daerah benar-benar melaksanakan PTM 100 persen. Menurut Djoko, pengaturan jumlah kapasitas tersebut bisa saja ditingkatkan berdasarkan perkembangan situasi.
"Tentu ada gradasi, dari 100 itu turunlah 75 persen tetapi onlinenya 25 persen. Jadi tidak 100 persen. Itu harapannya. Bukan menolak, tapi bagaimana mengatur levelnya. Bisa saja nanti lama-lama naik 80 persen dan seterusnya," jelas dia.
Djoko menerangkan, hal di atas adalah harapan untuk menghindari terjadinya ketakutan dalam proses belajar mengajar. Sebab, kata dia, terjadinya proses belajar mengajar yang baik itu adalah ketika ada rasa aman dan nyaman yang dihadapi oleh para siswa, terlebih para orang tua. Menurut dia, proses belajar mengajar harus terjadi di lingkugnan atau atmosfer yang menyenangkan dan nyaman.
"Ketika orang tua merasa tidak aman, ini juga ada keresahan di dalam rumah tangga. Kalau ini dibiarkan akan terjadi suatu nurture effect kepada siswa juga. Siswa juga tidak confidence. Ini tidak akan terjadi proses belajar mengajar dengan baik," kata Djoko.