REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Temuan studi terbaru mengungkap gambaran mengejutkan tentang dampak buruk Covid-19 pada ibu hamil dan janin yang dikandung. Virus berpotensi menyebabkan bahaya mematikan pada bayi dan meningkatkan risiko bayi lahir mati.
Studi terbit dalam jurnal Archives of Pathology & Laboratory Medicine. Penelitian dipimpin oleh David Schwartz, ahli patologi perinatal yang praktik di institusi swasta di Atlanta, Amerika Serikat.
Schwartz menjelaskan Covid-19 bisa menyerang dan menghancurkan plasenta. Sementara, organ vaskular itu berfungsi sebagai jalur kehidupan janin. Kerusakannya bisa berbahaya bagi bayi.
Dia dan timnya mengaku belum pernah melihat tingkat kehancuran seperti itu, berbeda dengan penyakit menular lainnya seperti zika, rubella, atau sifilis. Pada kasus ini, bukan janin yang diserang, melainkan plasenta.
"Virus membuat plasenta tidak layak untuk menjalankan tugasnya. Janin dan bayi baru lahir ini meninggal karena sesak napas dan kekurangan oksigen," ujar Schwartz, dikutip dari laman NBC News, Sabtu (12/2/2022).
Dalam studi tersebut, Schwartz dan timnya meneliti sejumlah kematian perinatal di 12 negara. Terdapat 68 bayi yang meninggal dunia saat lahir atau tujuh hari setelah dilahirkan.
Semuanya memiliki ibu yang tidak divaksinasi dan telah terinfeksi virus corona saat hamil. Tim penelitian memeriksa 68 plasenta dari seluruh kasus kematian serta melakukan 30 autopsi.
Meskipun tidak ada kelainan janin selain sesak napas yang menonjol, plasenta menunjukkan tren tertentu yang oleh para peneliti disebut "plasentitis SARS-CoV-2". Ada tiga faktor yang memengaruhinya.
Pertama, penumpukan protein yang disebut fibrin sehingga menyebabkan pembekuan di sistem vaskular organ yang halus. Kedua, kematian sel-sel di lapisan sel pelindung plasenta dan ketiga, peradangan yang tidak biasa pada plasenta.
Rata-rata, lebih dari tiga perempat bagian plasenta rusak parah. Akibatnya, organ tidak dapat memberikan oksigen dan nutrisi ke bayi yang sedang tumbuh. Dalam beberapa kasus, lebih dari 90 persen bagian plasenta tak berfungsi.
Profesor kedokteran ibu-janin di Baylor College of Medicine dan Rumah Sakit Anak Texas, Kjersti Aagaard, turut menanggapi hasil studi. Dia tidak terlibat dalam penelitian yang digagas Schwartz.
Dia menyampaikan, deposisi fibrin juga dapat terjadi pada kehamilan normal. "Tapi apa yang tidak Anda lihat adalah tiga perempat dari plasenta diisi dengan ini. Tidak ada janin yang bisa bertahan dari itu," ungkap Aagaard.
Ibu hamil secara alami lebih rentan terhadap infeksi karena kehamilan melemahkan sistem kekebalan tubuh, dengan tujuan imunitas tubuh ibu tidak menyerang janin. Akibatnya, ibu berpotensi besar terpapar Covid-19.
Ilmuwan Ellie Ragsdale yang juga tidak terlibat dalam penelitian menyoroti bagaimana infeksi virus bertahan di tubuh ibu. Bahaya terjadi karena infeksi itu membatasi aliran darah ke plasenta.
Direktur intervensi janin di University Hospitals Cleveland Medical Center tersebut menyampaikan, kasus Covid-19 paling ringan sekalipun dapat menyebabkan masalah serius pada ibu hamil. Jika area kerusakan plasenta menjadi lebih besar, bisa terjadi komplikasi.
"Hal pertama yang akan terlihat adalah pembatasan pertumbuhan bayi dan penurunan gerakan janin. Hal terakhir yang terlihat adalah keguguran, dan terkadang perkembangan itu terjadi dengan sangat cepat," tuturnya.