Senin 14 Feb 2022 22:18 WIB

Ketua IPI Aceh Nazaruddin Raih Doktor di UUM Malaysia

Disertasi Nazaruddin membahas  fenomena amnesia digital.

Ketua Pengurus Daerah Ikatan Pustakawan Indonesia (PD IPI) Aceh Nazaruddin berhasil me4raih gelar doktor di UUM Malaysia, Senin (14/2).
Foto: Dok UIN Ar-Raniry
Ketua Pengurus Daerah Ikatan Pustakawan Indonesia (PD IPI) Aceh Nazaruddin berhasil me4raih gelar doktor di UUM Malaysia, Senin (14/2).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Ketua Pengurus Daerah Ikatan Pustakawan Indonesia (PD IPI) Aceh Nazaruddin berhasil meraih gelar doktor setelah mengikuti ujian promosi doktor secara virtual, Senin (14/2).

Dosen tetap Prodi Ilmu Perpustakaan UIN Ar-Raniry Banda Aceh ini meraih gelar PhD dalam bidang Multimedia Management dari Universiti Utara Malaysia (UUM) dengan mengangkat judul disertasi "The Influences of Digital Literacy Self Efficacy and Digital Technology Acceptance on Digital Amnesia Behaviour".

Sidang promosi doktor tersebut dipimpin oleh ketua sidang Assoc Prof Dr Siti Mahfuzah, Assoc Prof Dr Awan Ismail sebagai penguji internal dan Assoc Prof Dr Ali Salman sebagai penguji eksternal. Untuk promotor pertama Assoc Prof dr Norsiah Abdul Hamid dan Co-Promotor Assoc Prof Ts Dr Mohd Sobhi Ishak.

Dalam disertasinya, Magister Perpustakaan dan Informasi dari McGill University Canada ini membahas tentang tema literasi digital dengan meneliti tentang pengaruh efikasi diri literasi digital terhadap amnesia digital: sebuah fenomena baru yang muncul akibat ketergantungan yang tinggi pada internet, di mana orang tidak lagi menyimpan memori dalam kepala sendiri tapi di perangkat digital masing-masing karena alasan lebih efektif dan efisien untuk mengingat dan menemukan kembali ketika diperlukan.

Penelitiannya dilatarbelakangi, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kaspersky Lab pada 2015 terhadap 6.000 responden yang tersebar di Eropa menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan manusia terhadap perangkat digital sebesar 76 persen  dan menariknya lagi hanya 21 persen  saja orang saat ini yang menggunakan pikiran sendiri dalam mengingat informasi. Adapun selebihnya sudah dilimpahkan ke perangkat digital dengan alasan efisiensi dan tidak membebani otak sehingga dapat dipergunakan untuk berpikir hal-hal yang lain yang lebih menyenangkan dan romantis.

Dalam perspektif bisnis, fenomena ini dianggap suatu hal yang wajar sebagai konsekuensi hidup di era digital. Hanya saja yang mereka khawatirkan adalah masih banyak orang yang belum memproteksi perangkat mereka dengan antivirus sehingga risiko kehilangan memori sangat tinggi.

“Berdasarkan pada pandangan tersebut disertasi saya mencoba mengkaji masalah ini dalam perspektif akademik dengan beberapa pertanyaan: Bagaimana persepsi mahasiswa terhadap fenomena amnesia digital dan apakah mereka mempraktikkannya ? Apakah pelimpahan memori pada perangkat digital berpengaruh negatif terhadap retensi memori dan konstruksi pengetahuan? dan apakah kemampuan diri (self efficacy) literasi digital berpengaruh terhadap perilaku amnesia digital?,” kata Nazar usai menjalani ujian promosi doktor, Senin (14/2) di Banda Aceh secara virtual, seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena amnesia digital merupakan fenomena  global. Ketergantungan yang tinggi pada internet mempercepat alih fokus dari berpikir sendiri ke "pikiran internet'.

“Kemampuan literasi digital berpengaruh negatif terhadap perilaku amnesia digital. Dengan kata lain semakin tinggi kemampuan literasi digital maka semakin rendah perilaku amnesia digital,”kata Nazar.

Dengan demikian, kata dia,  program Gerakan Literasi Digital Nasional (GLDN) sudah sangat tepat digalakkan oleh pemerintah melalui Kementerian Komunikasi Teknologi dan Informasi.

Lebih lanjut, Nazar menjelaskan bahwa budaya digital telah menuntut kita untuk melek digital. Literasi digital telah menjadi keterampilan penting yang dibutuhkan tidak hanya dalam konteks akademik tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti di tempat kerja dan kehidupan sosial lainnya.

“Masyarakat yang memiliki kompetensi literasi digital yang kuat tidak hanya dapat menggunakan teknologi multimedia tetapi juga memiliki basis pengetahuan yang kuat untuk menilai konten informasi yang tersimpan dalam multi format,”  kata Nazar. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement