Rabu 23 Mar 2022 00:21 WIB

AS dan Rusia Saling Bergantung di Stasiun Luar Angkasa, Begini Nasib Jika Rusia Cabut

Segmen Rusia menyediakan tenaga penggerak ISS yang digunakan untuk operasi de-orbit.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Dwi Murdaningsih
 Dalam gambar dari video yang disediakan oleh NASA, Stasiun Luar Angkasa Internasional terlihat sebagai astronot di undock kapsul SpaceX Dragon pada Senin, 8 November 2021,
Foto: AP/NASA
Dalam gambar dari video yang disediakan oleh NASA, Stasiun Luar Angkasa Internasional terlihat sebagai astronot di undock kapsul SpaceX Dragon pada Senin, 8 November 2021,

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kerja sama damai di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) yang berlangsung lebih dari dua dekade dapat segera berakhir akibat invasi Rusia ke Ukraina. Serangan Rusia membuat ada jurang antara badan antariksa Rusia dengan mitra internasionalnya.

Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) dalam laman pertanyaan yang sering diajukan (FAQ) pada pekan ini menjelaskan nasib jika Rusia meninggalkan ISS. Penghentian total ISS tidak sepenuhnya mustahil mengingat komentar yang diucapkan selama beberapa pekan terakhir oleh Kepala Badan Antariksa Rusia Roscosmos Dmitry Rogozin.

Baca Juga

Dia telah berulang kali mengecam komunitas internasional termasuk AS dengan stasiun luar angkasa yang jatuh. Dalam FAQ-nya, NASA menanggapi sejumlah pertanyaan yang terkait dengan pernyataan Rogozin.

Pengabaian Rusia bisa menjadi bencana bagi operasi di atas pos orbital. NASA mengatakan ISS mengharuskan kosmonot Rusia dan astronot NASA untuk hadir setiap saat. Faktanya, sampai sekarang, satu negara sepenuhnya bergantung pada negara lain untuk menjaga operasi tetap berjalan.

Jika ada yang salah, hanya astronot AS yang dilatih untuk sepenuhnya menanggapi skenario kegagalan di Segmen Orbital Amerika. “Hal yang sama berlaku untuk kosmonot Rusia dalam situasi kegagalan yang berasal dari segmen Rusia,” kata NASA.

Segmen Rusia menyediakan semua tenaga penggerak untuk ISS yang digunakan untuk kontrol sikap, manuver penghindaran puing, dan operasi de-orbit. Sementara Amerika menyediakan daya melalui susunan surya stasiun dan beberapa sistem pendukung kehidupan.

NASA menyebut meskipun beroperasi di stasiun yang sama, pusat kendali misi untuk NASA di Houston dan Roscosmos di Moskow hanya memerintahkan dan mengendalikan segmen masing-masing. Sebuah video kontroversial yang dibagikan oleh Rogozin menunjukkan kemungkinan segmen Rusia terpisah dari stasiun lainnya dan meninggalkan astronot NASA Mark Vande Hei.

Seperti yang ditunjukkan NASA, stasiun ruang angkasa tidak dirancang untuk dibongkar dan saling ketergantungan saat ini antara setiap segmen stasiun. Namun, ancaman Rogozin membawa dampak, yaitu tanpa kendali kosmonot dan ISS dapat menghadapi risiko de-orbit. Itu karena stasiun membutuhkan pasokan pesawat ruang angkasa tenaga penggerak yang terus menerus dan stabil.

Dilansir Futurism, Selasa (22/3/2022), bagi Amerika untuk mengakhiri ketergantungannya pada daya dorong yang disediakan oleh pesawat ruang angkasa Progress buatan Rusia akan membutuhkan pengembangan perangkat keras dan perangkat lunak baru yang cukup besar. Tak hanya itu, butuh waktu dan dana yang signifikan untuk mengakhiri kerja sama dengan Rusia.

Bahkan, satu-satunya pesawat ruang angkasa komersial Cygnus buatan Amerika tidak mampu menggantikan tenaga penggerak Rusia. Ini berarti, Amerika harus bergantung pada bantuan Rusia untuk menjatuhkan ISS pada tahun 2030.

Ini merupakan situasi yang tidak menguntungkan. Sementara NASA dan Roscosmos mengatakan Vande Hei memang akan kembali ke bumi dengan pesawat ruang angkasa Soyuz Rusia, kerja sama di atas ISS semakin menipis. Mengingat pemboman berulang-ulang Rusia terhadap target sipil dalam krisis kemanusiaan yang berkembang, prospek masa depan stasiun luar angkasa tidak terlihat bagus.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement