REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Renault SA, pembuat mobil Barat yang memiliki eksposur paling besar di pasar Rusia, mengatakan pada Rabu (23/3/2022) bahwa pihaknya akan menangguhkan operasi di pabriknya di Moskow. Renault juga menilai opsi pada saham mayoritasnya di Avtovaz, pembuat mobil nomor satu di negara itu.
Langkah itu dilakukan di tengah tekanan yang meningkat atas kehadiran perusahaan Prancis yang terus berlanjut di Rusia sejak negara itu menginvasi Ukraina. Menteri luar negeri Ukraina, Dmytro Kuleba, telah menyerukan boikot global terhadap Renault.
"Renault Group mengingatkan bahwa mereka sudah menerapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk mematuhi sanksi internasional," kata perusahaan itu dalam pernyataan Rabu (23/3/2022) yang pertama tentang masalah ini sejak dimulainya perang.
Pernyataan itu tidak menyebutkan krisis di Ukraina. Produsen mobil Prancis itu pada Rabu (23/3/2022) merevisi margin operasi grupnya menjadi sekitar 3,0 persen dari atau di atas 4,0 persen pada 2022 dan menyesuaikan prospek arus kas otomotif menjadi "positif" dari perkiraan sebelumnya sebesar 1 miliar euro (1,10 miliar dolar AS) atau lebih.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy sebelumnya menuduh Renault membiayai perang. Zelenskiy mengatakan Renault, di antara perusahaan Prancis lainnya, harus berhenti "membiayai pembunuhan anak-anak dan wanita.
Renault memperoleh 8,0 persen dari pendapatan intinya dari Rusia, menurut Citibank, terutama melalui 69 persen sahamnya di Avtovaz, yang berada di belakang merek mobil Lada. Menurut dua sumber yang dekat dengan masalah ini, dewan direksi Renault mempertimbangkan skenario yang berbeda tetapi memutuskan untuk sementara waktu mempertahankan kehadirannya di Rusia.
Satu dekade lalu, pembuat mobil itu melihat Rusia sebagai pasar pertumbuhan yang menjanjikan dengan potensi untuk menjadi salah satu dari sepuluh negara pembeli kendaraan terbesar di dunia. Sanksi terbaru, dan tindakan sebelumnya yang diberlakukan setelah pencaplokan Krimea oleh Rusia pada 2014, telah menggagalkan prospek tersebut.
Pemerintah Prancis telah berulang kali mengatakan bahwa terserah kepada perusahaan Prancis untuk memutuskan masa depan operasi mereka di Rusia, selama mereka mematuhi sanksi internasional. Operasional di Rusia tahun lalu menyumbang hampir 20 persen dari total volume grup.
Renault mengatakan pada Rabu (23/3/2022) bahwa pihaknya akan menghitung nilai aset yang dipengaruhi oleh keputusan di pabrik Moskow ketika merilis hasil setengah tahun. Tahun lalu aset tersebut mencapai 2,2 miliar euro (2,42 miliar dolar AS), kata perusahaan itu.