Jumat 15 Jul 2022 10:39 WIB

Bertumbuh di Masa Depresi Ekonomi: Kisah Satu Abad Pondok Pesantren Kauman Padang Panjang

Satu Abad Pontren Kauman Muhammadiyah Padang.

Kompleks Kauman Padang Panjang tahun 1936, awalnya merupakan eks Hotel Merapi.
Foto: Fikrul Hanif Sufyab
Kompleks Kauman Padang Panjang tahun 1936, awalnya merupakan eks Hotel Merapi.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fikrul Hanif Sufyan. Pemerhati dan Penulis Sejarah, kini tinggal di Kota Padang

Satu dari tiga kompleks perguruan Islam di Padang Panjang –yang dibangun di masa Kolonial Belanda dan bertahan hingga kini adalah Sumatra Thawalib, Diniyah Putri, dan Kauman Padang Panjang. Menghilangkan satu di antara tiga komplek perguruan–yang telah berubah menjadi Pondok Pesantren (Pontren) itu, sama saja cacat kesejarahannya.

Ketiganya saling mengisi, ketiganya saling melengkapi, dan berjalan beriringan. Kompleks Kauman sendiri, bermula dari Hotel Merapi. Sebuah kompleks penginapan seluas 10x 45 meter, milik seorang enterpreneur Belanda, bernama Johannes G. Rox. 

Benang merahnya menjadi Kauman, berawal dari pencarian Saalah Jusuf Sutan Mangkuto dan Syekh Muh. Djamil Jaho (mufti tarekat Naqsyabandiyah, kemudian bergabung dengan Muhammadiyah Cabang Padang Panjang). Apa pasalnya? Rumah kediaman Haji Abdul Karim Amrullah (ayah HAMKA) –juga kantor Muhammadiyah Cabang Padang Panjang (resmi berdiri tahu 1926) telah luluh lantak akibat gempa 7,6 SR.  

Singkatnya, dipilih dan dikontraklah kompleks Hotel Merapi yang berdiri di atas lahan seluas dua hektare (Sufyan, 2022: 23) sejak 1 Juni 1927. Tinta emas mengenai aktivitas Kauman, dimulai ketika kalangan pimpinan persyarikatan di luar Sumatra Barat, meminta supaya A.R Sutan Mansur–yang juga ipar Buya HAMKA itu mengutus calon pimpinan ke daerah mereka. 

Gayung bersambut. De Locomotief tanggal 2 Februari 1928 merilis berita, segera pada April 1928 berdiri Tabligh School. Pada 5 April 1928, resmi berdiri sekolah kader pimpinan Islam berkemajuan di Kauman (Tjaja Sumatra, 7 April 1928), dan HAMKA didaulat selaku direktur (baca: kepala sekolah). Sekolah kader pimpinan ini adalah institusi pendidikan milik gerakan Islam modernis di Pulau Sumatra. 

Sebanyak 16 orang murid yang berasal pelosok nagari di Sumatra Barat, segera mendaftar, dan mengikuti masa pendidikan selama dua tahun. Gurunya antara lain Haji Rasul, A.R Sutan Mansur, Buya HAMKA, Saalah Jusuf Sutan Mangkuto, Rasjid Idris Dt. Sinaro Panjang, dan lainnya. Dua tahun berikutnya, pada 1930 seluruh guru Tabligh School terlibat aktif dalam Comite van Ontvangst untuk menyukseskan Kongres ke-19 tahun 1930. Kongres pertama yang sukses diselenggarakan di luar Jawa di masa awal depresi ekonomi. 

Pada 1932 sekolah kader pimpinan ini vakum. Tentu saja, dipengaruhi depresi ekonomi –yang berimbas pada ketidakmampuan secara ekonomi, untuk melanjutkan studinya.  Meskipun sempat vakum, secara keseluruhan amal usaha di bidang pendidikannya Muhammmadiyah, mengungguli dari kompleks perguruan yang telah hadir sebelumnya.  

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement