Ahad 04 Sep 2022 11:37 WIB

Benah-Benah Setelah Gaduh Subsidi BBM

Menunggu pembenahan agar subsidi jatuh ke tangan yang tepat.

Presiden Joko Widodo melakukan konferensi pers terkait kenaikan harga BBM subsidi di Istana Negara, Sabtu (3/9/2022).
Foto: Tangkapan layar
Presiden Joko Widodo melakukan konferensi pers terkait kenaikan harga BBM subsidi di Istana Negara, Sabtu (3/9/2022).

Oleh : Fuji Pratiwi, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Pemerintah mengeluh subsidi BBM bengkak, bikin jebol anggaran negara. APBN bisa tidak sehat kalau menanggung beban subsidi dan kompensasi yang terlalu besar. 

Apalagi, lebih dari 85 persen solar dan pertalite juga dinikmati orang mampu. Pertamax pun sebenarnya dikompensasi agar tetap terjangkau masyarakat.

Di sisi lain, Pertamina, sebagai operator, juga merasa tak bisa berbuat banyak. Menerapkan penggunaan aplikasi MyPertamina ditempuh guna meredam agar BBM tak malah ditelan kendaraan punya orang kaya.

Sabtu (3/9/2022), siang hari di akhir pekan, pemerintah resmi menaikkan harga BBM. Itu juga setelah berkali-kali presiden dan para menteri bilang kenaikan harga BBM dihitung baik-baik.

Saya melihat, menaikkan harga BBM jelas belum akan menyelesaikan persoalan subsidi BBM. Salah satu hal yang harus dibereskan soal subsidi baik BBM, LPG, listik, dan bantuan sosial adalah basis data. Apalagi pemerintah janji mau berusaha agar macam-macam bantuan ini diterima tepat sasaran. Diterima orang yang memang seharusnya.

Soal BBM, revisi Perpres 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM, dinantikan. Di dalam perpres ini, ada kriteria siapa saja yang bisa jadi konsumen BBM subsidi, BBM khusus penugasan, dan BBM umum.

Namun sekilas, kriteria di sana tampak umum. Seperti pada kelompok konsumen pengguna solar sektor transportasi. Pada kelompok pertama transportasi di sana disebutkan, konsumen pengguna sektor transportasi adalah kendaraan bermotor perseorangan di jalan untuk angkutan orang atau barang dengan tanda nomor kendaraan berwarna dasar hitam dengan tulisan putih.

Tidak ada detail kendaraan seperti apa atau kendaraan cc berapa yang boleh minum BBM subsidi. Kalau pemerintah ingin subsidi tepat sasaran, maka kriteria konsumen pengguna BBM subisidi dan mekanisme pengawasannya juga harus ada.

Di pepres ini juga ada opsi penyaluran subsidi BBM secara tertutup. Pemerintah bisa pilih ini, ya tentu dengan konsekuensi turunannya.

Kementerian ESDM menjanjikan revisi Perpres 192 tahun 2014 selesai akhir Agustus 2022. Kementerian yang dipimpin Arifin Tasrif itu juga mewacanakan akan berkoordinasi dengan Korlantas Polri untuk mendata kendaraan yang ada. Dengan begitu, bisa dipisahkan mana kendaraan yang berhak mengakses BBM subsidi dan mana yang tidak.

Kita sama-sama tahu, publik sudah lama bosan dengan alasan data terpencar dan data tidak sinkron di kementerian, lembaga, dan badan. Padahal ada BPS dan kementerian koordinator. Persoalan berbagi, sinkronisasi, dan integrasi data seperti jadi hal sulit.

Karena itu, kita pantau bersama soal pembenahan subsidi ini. Juga aksi-aksi yang menunjang akuntabilitas dan transparansi penyaluran subisi seperti perbaikan dan integrasi basis data. Baik untuk subsidi BBM, LPG, listrik, atau bantuan sosial lainnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement