REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog mengatakan ada beberapa cara yang bisa dipraktikkan para pasangan suami istri untuk mengelola emosi dalam pernikahan agar tidak berujung kepada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Salah satunya adalah meluangkan waktu untuk diri sendiri (me time) guna menjaga emosi tetap stabil.
"Luangkan waktu untuk me time agar kondisi emosi lebih stabil dan bisa me-refresh mood," kata psikolog klinis dewasa Annisa Prasetyo Ningrum dari Universitas Indonesia.
Annisa mengatakan, saat sedang marah, sebaiknya jauhi sejenak sumber emosi. Cobalah untuk menenangkan diri.
Cara yang bisa dipraktikkan adalah dengan mengatur napas sehingga tubuh lebih santai dan kemarahan menjadi berkurang. Annisa menyarankan untuk mengidentifikasi apa sumber yang memicu kemarahan, apa hal yang dirasakan, serta apa yang diharapkan.
"Ketika emosi sudah lebih tenang, baru coba diskusikan masalah dengan pasangan," ujar anggota Ikatan Psikologi Klinis Jawa Barat itu.
Berikan penjelasan kepada pasangan mengenai perasaan dari sudut pandang masing-masing, lalu ungkapkan apa yang diharapkan agar situasi kembali membaik. Diskusi dengan pasangan dilakukan bukan untuk saling mencari pembenaran, tetapi untuk mencari jalan keluar dari masalah.
Sebagai pasangan suami istri, kompromi perlu dilakukan dan setiap orang harus memahami bahwa tidak ada pasangan yang sempurna. Semua orang pasti memiliki kekurangan dan hal itu harus diterima.
Annisa berpesan untuk tidak gengsi atau malu untuk meminta maaf bila memang seseorang bersalah. Bila butuh penengah, pasangan suami istri dapat meminta masukan dari keluarga bahkan bantuan profesional seperti psikolog atau konselor pernikahan, terutama bila diskusi antara suami dan istri tak kunjung membuahkan hasil yang diharapkan.
Mengenali calon pasangan
Untuk orang-orang yang sedang mencari pasangan untuk berumah tangga, Annisa menyarankan untuk mengenali lebih dalam karakter pasangan dan mengamati apakah ada "sinyal" berbahaya yang menunjukkan tendensi kekerasan. Menurut dia, terkadang sulit untuk mengidentifikasi apakah seseorang berpotensi melakukan kekerasan setelah berumah tangga atau tidak.
Sebab, biasanya awal hubungan berjalan baik dan lancar. Namun, ada beberapa "sinyal" yang bisa jadi pertimbangan sebelum melanjutkan ke jenjang pernikahan.
"Beberapa hal yang bisa menjadi red flags seseorang berpotensi melakukan kekerasan di antaranya bersikap kasar atau membuat orang lain merasa takut atau terintimidasi," jelas dia.