Sabtu 05 Nov 2022 08:35 WIB

Ilmuwan Ciptakan Virus Covid-19 Versi Hibrida, Apa Tujuannya?

Virus Covid-19 hibrida memicu kontroversi karena dikhawatirkan lebih mematikan.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Virus Covid-19 hibrida memicu kontroversi karena dikhawatirkan lebih mematikan.
Foto: Rawpixel
Virus Covid-19 hibrida memicu kontroversi karena dikhawatirkan lebih mematikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ilmuwan dari Boston University menciptakan versi hibrida dari virus penyebab Covid-19, SARS-CoV-2. Eksperimen ini memicu kontroversi karena banyak orang khawatir virus hibrida yang mereka ciptakan akan membuat Covid-19 menjadi lebih mematikan.

Menanggapi kontroversi tersebut, pihak Boston University mengungkapkan bahwa kekhawatiran yang muncul seputar virus SARS-CoV-2 hibrida tidak berdasar. Menurut pihak universitas, informasi yang menyatakan bahwa virus SARS-CoV-2 hibrida lebih mematikan adalah rumor keliru dan tidak akurat.

Baca Juga

Tim ilmuwan dari Boston University menciptakan virus SARS-CoV-2 hibrida dengan menggunakan varian Omicron dan varian orisinal SARS-CoV-2. Untuk menciptakan virus hibrida ini, tim ilmuwan menempelkan spike protein varian Omicron ke varian orisinal.

Di laboratorium, sekitar 80 persen tikus laboratorium yang terinfeksi virus SARS-CoV-2 hibrida mengalami kematian. Hal ini membuat virus SARS-CoV-2 hibrida menjadi lebih mematikan dibandingkan varian Omicron. Di laboratorium, varian Omicron tidak menyebabkan kematian sama sekali pada tikus yang terinfeksi.

Akan tetapi, tim ilmuwan mengungkapkan bahwa virus SARS-CoV-2 hibrida tidak semengerikan anggapan masyarakat. Tingkat kematian tikus akibat infeksi varian orisinal SARS-CoV-2 masih lebih tinggi dibandingkan virus SARS-CoV-2 hibrida. Menurut data, tingkat kematian tikus yang terinfeksi akibat varian orisinal SARS-CoV-2 adalah 100 persen.

 

Mengapa Virus SARS-CoV-2 Hibrida Diciptakan?

Tim ilmuwan National Emerging Infectious Diseases Laboratories (NEIDL) dari Boston University menciptakan virus SARS-CoV-2 hibrida dengan tujuan untuk mempelajari bagaimana beragam varian Omicron menghindari imunitas tubuh. Seperti diketahui, berbagai varian Omicron memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menghindari imunitas tubuh, namun menyebabkan infeksi berat yang lebih rendah.

Selama penelitian berlangsung, sebagian tikus laboratorium dipaparkan dengan varian Omicron BA.1. Dari percobaan ini, tim peneliti menemukan bahwa kemampuan Omicron yang lebih baik dalam menghindari imunitas tubuh berasal dari mutasi pada bagian spike protein. Akan tetapi, yang membuat Omicron menjadi tidak begitu berat bukanlah mutasi tersebut. Temuan ini telah dipublikasikan di bioRxiv pada 14 Oktober 2022.

"Studi ini menunjukkan bahwa bukan spike protein yang mempengaruhi patogenitas Omicron, tetapi protein virus lainnya. Kepastian mengenai protein-protein ini akan membantu terciptanya diagnostik dan strategi pengelolaan penyakit yang lebih baik," jelas ketua tim peneliti dan asisten profesor di NEIDL, Mohsan Saeed, seperti dilansir Science Alert, Sabtu (5/11/2022).

Seluruh proses penelitian ini dilakukan di laboratorium dengan biosecurity level 3. Penelitian ini juga telah disetujui oleh komite peninjauan biosafety internal serta Public Health Commission di Boston.

Terlepas dari jaminan keamanan ini, kontroversi seputar studi yang dilakukan oleh tim ilmuwan NEIDL di Boston University ini masih berlanjut karena masalah pendanaan. Tim ilmuwan yang terlibat dalam studi ini tidak menginformasikan proyek ini kepada National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID), selaku penyandang dana menurut laporan STAT.

Tim ilmuwan juga tidak memberikan informasi kepada NIAID mengenai potensi dampak dari percobaan mereka. Misalnya, seperti apa potensi virus SARS-CoV-2 hibrida ciptaan mereka dalam memicu enhanced pathogen of pandemic potential (ePPP). Padahal, untuk bisa mendapatkan pendanaan dari pemerintah untuk virus-virus dengan potensi pandemi, pengajuan proposal perlu disetujui melalui proses bernama P3CO. NIAID berencana akan melakukan pertemuan lebih lanjut dengan tim ilmuwan terkait untuk membahas masalah ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement