Selasa 15 Nov 2022 10:29 WIB

Ini Pandangan Sains tentang Kegemukan

Menurut sains, gemuk bukanlah hasil dari pola hidup tertentu.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Dwi Murdaningsih
Makanan Bikin Gemuk (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Makanan Bikin Gemuk (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian masyarakat awam meyakini gemuk adalah "pilihan". Jika seseorang gemuk, itu merupakan hasil dari pilihan gaya hidup tertentu yang dia lakoni, seperti pola makan yang buruk dan kurang berolahraga. 

Tidak jarang, orang gemuk disarankan untuk makan lebih sedikit dan lebih sering olahraga supaya bisa menguruskan badan. Rupanya, sains tidak sepakat dengan itu. Dari sudut pandang sains, kegemukan bukanlah sebuah "pilihan" bagi seseorang.

 

Presiden Australia New Zealand Obesity Society, Jane Martin, menjelaskan bahwa seseorang tidak menjadi gemuk hanya karena memilih untuk duduk di sofa sepanjang hari dan menyantap makanan. Akar penyebabnya adalah bentukan dan dorongan terhadap perilaku itu.

 

Alih-alih pilihan individu, ada pengaruh besar dari lingkungan. Menurut Martin, dorongan itu muncul dari  perusahaan makanan selama bertahun-tahun. Industri melakukan cara-cara agar individu punya kecenderungan keliru dalam pola konsumsinya.

 

Secara umum, makanan olahan lebih mudah dibuat, lebih mudah dikirim, dan bertahan lebih lama di rak, sehingga lebih sedikit limbah. Dalam perspektif para ilmuwan, industri makanan terus berusaha agar orang-orang makan lebih banyak produk yang mereka buat.

 

Apalagi, makanan yang diproses seperti keripik dan soda memiliki margin keuntungan yang jauh lebih tinggi daripada makanan yang tidak diproses seperti apel dan pir. Menambahkan gula dalam sereal pun lebih murah daripada menggunakan biji-bijian utuh.  

 

"Makanan ini hanya bahan kimia, Anda tidak bisa membuatnya di dapur Anda sendiri. Produk telah dirancang agar Anda menginginkan lebih banyak. Dan itu sangat, sangat menguntungkan bagi perusahaan-perusahaan," kata Martin, dikutip dari laman The Age.

 

Terkait dampak olahraga terhadap penurunan berat badan, itu disebut punya peran mendasar. Hanya saja, profesor Stephen Simpson, direktur akademik Charles Perkins Centre, menjelaskan bahwa olahraga bukan cara untuk menurunkan berat badan dalam jumlah besar.

 

"Bukan berarti aktivitas fisik dan olahraga tidak penting untuk kesehatan," ujar Simpson.

 

Selain itu, sebuah penelitian membuktikan bahwa generasi saat ini sebenarnya sama aktifnya dengan orang-orang yang hidup di tahun 1980-an. 

 

Faktor genetik juga tidak sepenuhnya bisa disalahkan soal kegemukan, yang telah dibuktikan dalam studi khusus yang menerapkan teknik analisis DNA. Meski variasi genetik dipercaya jadi alasan sebagian orang menjadi gemuk dan yang lainnya tidak, tetapi gen tidak berubah dalam 100 tahun terakhir.

 

Sementara, lingkar pinggang generasi saat ini telah berkembang secara signifikan jika dibandingkan dengan generasi terdahulu.  Konsensus ilmiah menengarai, interaksi antara gen dan lingkungan yang sebenarnya telah berubah. Masalahnya bukan pada kebiasaan olahraga atau genetik, tetapi orang-orang terlalu banyak mengonsumsi makanan yang salah.

 

Sekali lagi, ilmuwan mengatakan hal tersebut bukan semata hasil dari pilihan individu. Pasalnya, jumlah orang yang kelebihan berat badan dalam populasi terus meningkat dari tahun ke tahun. Peneliti mengaitkannya dengan banyak produk makanan ultraolahan yang iklannya sangat gencar.

 

"Kita hidup di dunia dengan iklan junk food di mana-mana, sangat mudah diakses, seringkali sangat murah. Dan itulah alasan kita memiliki tingkat obesitas yang begitu tinggi," tutur profesor madya Gary Sacks dari Global Center for Preventive Health and Nutrition di Deakin University.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement