Kamis 05 Jan 2023 13:29 WIB

Sejarah Lato-Lato yang Kini Viral Ternyata Berasal dari Amerika Serikat

Lato-lato pernah terkenal di Amerika Serikat dengan sebutan clackers balls

Rep: Mabruroh/ Red: Gita Amanda
Ilustrasi Permainan Lato-lato
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi Permainan Lato-lato

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mainan lato-lato menjadi mainan yang tengah digandrungi oleh segala umur, dari anak-anak, remaja, hingga orang tua. Harga untuk sebuah mainan berupa dua buah bola kecil ini, bahkan melonjak dari Rp 5.000 menjadi Rp 15 ribu.

Sekilas tidak ada hal yang menonjol dan istimewah dari dua bola kecil dengan dua tali yang kemudian diikat pada satu cincin itu. Tetapi ketika memainkannya, membuat dua bola kecil itu berbenturan, dan akan meninggalkan bunyi ‘tek-tek-tek-tek’.

Baca Juga

Untuk menimbulkan bunyi tersebut, hanya perlu menggoyangkan perlahan cincin pada talinya, agar bola beradu dan bunyi keluar. Namun, permainan ini perlu sedikit latihan, agar tidak gagal untuk menciptakan bunyi berirama itu.

Siapa sangka, permainan tradisional itu ternyata bukan berasal dari Indonesia. Permainan itu memiliki sejarah dan pernah terkenal di Amerika Serikat dengan sebutan clackers balls atau klackers balls hingga Italia yang disebut 'Lato' (bahasa italia yang berarti sisi samping).

Dikutip dari Quartz pada Kamis (5/1/2023), pada akhir 1960-an orang-orang bermain gila-gilaan dengan dua bola kecil yang berat di atas senar. Clackers, begitu digerakkan mengeluarkan suara yang memekakkan telinga, sangat menyenangkan, membuat ketagihan, dan bisa meledak pecah karena terbuat dari akrilik, hingga akhirnya permainan ini resmi dilarang.

Pada awal tahun 70-an, ratusan pembuat mainan telah menjual jutaan clacker di seluruh dunia. Clacker memiliki desain yang mirip dengan boleadora, senjata pilihan untuk gaucho (koboi Argentina) yang mencoba menangkap guanaco.

Di AS, mengatur keamanan mainan pada awalnya merupakan tugas Food and Drug Administration. Jelas, clacker bukanlah makanan atau obat, tetapi FDA memiliki wewenang untuk melindungi orang dari bermain dengan hal-hal konyol yang salah melalui undang-undang tahun 1966 yang memaksa mereka untuk melarang mainan yang mengandung "bahaya bahan kimia, mudah terbakar, atau radioaktivitas". Tiga tahun kemudian, kewenangan tersebut diperluas di bawah “Child Protection and Toy Safety Act” yang melarang penjualan mainan yang dianggap berbahaya.

Maka datanglah bola clacker atau dikenal sebagai click-clack, bola atau knockers. Pada  awal 1970-an, clackers begitu populer sehingga sampai ke penduduk provinsi kecil di Italia bernama Calcinatello (populasi 12.832) yang mengadakan kompetisi tahunan untuk penggemar clacker, menurut John P Swann, seorang sejarawan FDA.

Tetap meledak dan tidak dengan cara yang baik. Mainan tersebut awal mulanya dipasarkan sebagai cara untuk mengajari anak-anak koordinasi antara tangan-mata. Tetapi fakta bahwa mainan tersebut dapat berubah menjadi proyektil yang berbahaya, hingga akhirnya permainan itu juga dilarang untuk mencegah kebutaan.

Pada 1971, FDA menyatukan kepala kolektifnya dan menetapkan standar keamanan baru untuk produsen yang mencakup pengujian preskriptif dan pencatatan yang ketat. Itu adalah hambatan besar bagi pembuat clacker, kemudian mainan itu ditarik dari pasar.

Beberapa tahun kemudian pada 1973, Komisi Keamanan Produk Konsumen lahir dan paranoia tentang mainan yang tidak aman menjadi ciri umum pada masa kanak-kanak Baby Boomer Amerika, yang pada akhirnya menabur benih untuk gaya pengasuhan helikopter saat ini. Gaya pengasuhan helikopter adalah pengasuhan dengan pengawasan yang bersifat menyeluruh.

Kepopuleran permainan ini juga sampai di Indonesia pada tahun 90-an. Permainan ini tidak lagi menggunakan bahan akrilik yang berisiko pecah dan berbahaya, sebagaimana disebutkan dalam Quartz. Meskipun bentuknya masih sama, permainan ini dibuat lebih aman karena menggunakan bahan plastik polimer.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement