Kamis 16 Nov 2023 16:36 WIB

Semua Parpol Pengusung Capres 2024, Paham Cara Hadapi Kecurangan

Perilaku kecurangan pemilu bukanlah ranah timses dari masing-masing capres.

Petugas keamanan berjaga di depan Gedung KPU, Jakarta, Selasa (14/11/2023). KPU melakukan pengundian nomor urut tiga pasangan capres-cawapres yang akan mengikuti kontestasi Pilpres 2024.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas keamanan berjaga di depan Gedung KPU, Jakarta, Selasa (14/11/2023). KPU melakukan pengundian nomor urut tiga pasangan capres-cawapres yang akan mengikuti kontestasi Pilpres 2024.

Oleh Nasrullah Larada, Mantan Anggota DPR RI dan Ketua Umum Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KBPII)

Pascapenetapan dan pengambilan nomor urut capres-cawapres, seyogianya semua fokus pada pemenangan calon masing-masing. Isu dan opini yang sengaja diembuskan perihal potensi adanya perilaku kecurangan, ketidaknetralan TNI, Polri, ASN, pejabat negara/daerah bukanlah ranah timses dari masing-masing capres, terlebih jika ada yg mengaku pengamat tapi sejatinya timses dari salah satu capres. 

Terkait dengan pembentukan opini adanya potensi kecurangan dan netralitas aparat, tentunya semua parpol pengusung capres sudah bisa memahami cara melakukan tindakan tersebut dan begitu pula cara mengantisipasinya.

Coba kita review Pilpres 2009 dan 2019. Pilpres 2009 SBY maju menjadi Capres setelah partainya memenangkan pileg dengan kenaikan suara dan jumlah kursi DPR RI yang maha dahsyat, kenaikan mencapai 110% lebih dibanding suara dan kursi DPR 2004. Pascapileg, pelaksanaan pilpres 8 Juli 2009, SBY berhasil memenangkan satu putaran dengan perolehan suara 60,80% yang diusung oleh Partai Demokrat, PAN, PKS, PKB dan PPP. Pascapilpres banyak opini adanya kecurangan dan keterlibatan aparat.

Artinya, kecenderungan incumbent utuk melakukan tindakan tersebut menjadi satu poin kecurigaan para pihak yang menjadi lawan. Dan tentunya jika itu dilakukan, para partai yang mengusung dianggap ikut merencanakan dan minimal mengetahui rencana tersebut. 

Kemudian Pilpres 2019, capres incumbent Jokowi melawan Prabowo. Saat itu Jokowi diusung oleh PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PPP, Hanura, dan lainnya. Sementara Prabowo diusung oleh Gerindra, PAN, PKS, Demokrat.

Pada masa masa kampanye, pembelahan kedua pendukung capres sangatlah tajam hingga memunculkan polarisasi di masyarakat bawah dengan istilah cebong-kadrun. Bahkan isu adanya kecurangan dan keterlibatan pihak aparat, sangat kental mempengaruhi opini yang ada.

Lepas ada tidaknya kecurangan, jika itu terjadi, partai-partai pengusung yang terlibat pembahasan, diskusi dan rapat-rapat mengagur strategi pemenangan sudah sangat paham bagaimana melakukan kemenangan mutlak.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement