Selasa 05 Mar 2024 09:59 WIB

Perubahan Iklim Picu Lonjakan Harga Minyak Zaitun di Dunia, Apa Penyebabnya?

Krisis pasokan minyak zaitun kian memburuk tahun ini.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Krisis pasokan minyak zaitun kian memburuk
Foto: Pixabay
Krisis pasokan minyak zaitun kian memburuk

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Minyak goreng tersehat kini memiliki harga yang lebih mahal karena kekeringan, gelombang panas, dan kebakaran hutan yang disebabkan oleh perubahan iklim telah menghanguskan perkebunan zaitun di Eropa selatan.

Cuaca ekstrem selama dua tahun berturut-turut di wilayah penghasil zaitun telah mengurangi hampir separuh hasil panen global, sehingga mendorong harga minyak zaitun ke rekor tertinggi. Harga eceran acuan naik ke rekor tertinggi 9 ribu per ton pada bulan Oktober, menurut data dari Departemen Pertanian AS.

Baca Juga

Perkiraan produksi pemerintah Spanyol pada bulan Agustus tahun lalu membuktikan ketakutan terburuk: Krisis di pasar minyak zaitun. Beberapa negara Mediterania mengalami cuaca kering dan kekeringan, sehingga semakin mengurangi pasokan.

Pengaruh perubahan iklim terhadap pohon zaitun menggarisbawahi tantangan yang semakin besar akibat pemanasan global dalam produksi pangan. Dengan pasokan dari wilayah Mediterania yang semakin tidak menentu, banyak konsumen yang kini harus mencari sumber alternatif yang memberikan manfaat kesehatan yang serupa.

"Keterbatasan pasokan minyak zaitun kini semakin dramatis. Kami mempertimbangkan kemungkinan besar harga minyak zaitun akan segera mencapai atau melebihi 10 ribu per ton di pasar dunia," kata Oil World seperti dilansir Mint, Selasa (5/3/2024).

Krisis pasokan minyak zaitun kian memburuk tahun ini. Menurut laporan Eurostat, harga minyak zaitun di Uni Eropa pada Januari 2024 naik 50 persen dibandingkan dengan Januari 2023.

Sementara itu, Departemen Pertanian AS telah memangkas estimasi produksi minyak zaitun globalnya menjadi 2,5 juta ton, seperempat lebih rendah dari rata-rata lima tahun terakhir. Menurut para ahli, kekeringan dan kebakaran hutan yang beruntun di Eropa selatan menunjukkan adanya cuaca ekstrem yang terkait dengan perubahan iklim.

Spanyol mencatat musim panas terpanas ketiganya tahun ini, dengan suhu rata-rata musim panas lebih tinggi 1,3 derajat Celcius dari biasanya, menurut badan cuaca negara AEMET.

"Perubahan iklim mengubah cara Eropa menanam makanan," kata Dorothy Azory, pemimpin federasi petani zaitun di Eropa selatan, dalam jurnalnya.

Penelitian yang dilakukan oleh World Weather Attribution juga menemukan bahwa perubahan iklim telah menyebabkan kekeringan setidaknya 20 kali lebih mungkin terjadi di Eropa, yang berimplikasi pada ketahanan pangan global dan benua.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement