Selasa 26 Mar 2024 15:05 WIB

Buih Sungai Ciliwung Sudah Hilang, Pakar: Tetap Berisiko Mengendap di Tanah dan Bahaya

Limbah buih di Sungai Ciliwung tetap berpotensi berbahaya bagi lingkungan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Titik aliran sungai Ciliwung di Kedung Halang, Kota Bogor, tercemari oleh limbah yang menimbulkan buih dan busa (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Titik aliran sungai Ciliwung di Kedung Halang, Kota Bogor, tercemari oleh limbah yang menimbulkan buih dan busa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sungai Ciliwung menjadi salah satu sungai yang paling tercemar di Indonesia. Terbaru, titik aliran sungai Ciliwung di Kedung Halang, Kota Bogor, tercemari oleh limbah yang menimbulkan buih dan busa.

River Defender sekaligus Anggota Satuan Tugas Naturalisasi Ciliwung Kota Bogor, Suparno Jumar, menjelaskan bahwa buih atau busa di aliran sungai Ciliwung pertama kali ditemukan pada Sabtu (23/3/2024). Setelah melakukan investigasi bersama stakeholder lainnya, buih tersebut diduga berasal dari sebuah gudang yang terletak di kawasan Kedung Halang.

Baca Juga

“Menurut sampel yang kami ambil di sungai, diindikasikan bahwa titik sumber limbah itu berasal dari gudang yang menjadi tempat penyimpanan barang. Di gudang itu tersimpan dirigen, kantong plastik, dan cairan-cairan,” kata Suparno saat dihubungi Republika, Selasa (26/3/2024).

Menurut dia, saat ini buih-buih tersebut sudah tidak terlihat lagi. Namun bagaimanapun, limbah tersebut berisiko mengendap ke dalam tanah atau dasar sungai, juga mengalir ke bagian hilir Sungai Ciliwung.

Lebih lanjut Suparno juga mengatakan bahwa limbah tersebut berpotensi berbahaya bagi lingkungan, hingga kesehatan hewan dan manusia. Itu bisa dilihat dari beberapa ekor ikan yang ditemukan mati di tepi sungai.

“Uji lab saat ini masih dilakukan dan hasilnya belum keluar. Tapi yang jelas, kematian ikan-ikan di aliran sungai Ciliwung bisa menjadi bukti bahwa limbah tersebut berbahaya,” tegas Suparno.

Karena masalah ini, Suparno pun mendesak agar pemerintah secara tegas memberikan sanksi baik itu berupa denda maupun pidana terhadap para pencemar. Menurut dia, penerapan sanksi terhadap para pencemar masih belum optimal dan memberikan efek jera.

“Memang harus ada efek yang membuat pelaku itu jera. Kalau sanksinya berat, maka tidak akan ada yang mau mencemari sungai seperti itu lagi ke depannya,” kata Suparno.

Selain itu, Suparno juga mendorong agar masyarakat turut serta melakukan pengawasan. Karena menurut dia, kepedulian dan pengawasan yang kuat dari masyarakat bisa mencegah aksi-aksi pencemaran di sepanjang aliran sungai Ciliwung.

“Saya lihat masyarakat itu kepeduliannya kurang, mereka sering kali abai, berpikiran ‘yang penting gue enggak kena’. Padahal kan kalau sungai sudah tercemar, yang terdampak juga masyarakat. Jadi saya mohon masyarakat agar bisa lebih aktif melaporkan kalau ada aktivitas yang mencurigakan,” kata Suparno.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement