Kamis 11 Jul 2024 19:17 WIB

Setop Berbisnis dengan Israel, Negara yang Lecehkan Nilai Kebenaran dan Perikemanusiaan

Indonesia disebut berbisnis dengan Israel lewat perantara.

Warga menginjak bendera Israel. Indonesia dilaporkan menjalin kerja sama dagang dengan Israel
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga menginjak bendera Israel. Indonesia dilaporkan menjalin kerja sama dagang dengan Israel

Oleh : Buya Anwar Abbas, Wakil Ketua Umum MUI

REPUBLIKA.CO.ID, Bangsa dan negara kita telah menyatakan sikapnya dengan tegas sebagai bangsa dan negara yang anti terhadap penjajahan. Hal itu terlihat jelas dalam Mukadimah UUD 1945 yang menyatakan, "Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".

Berdasarkan sikap dan pandangan seperti itu dalam implementasinya, Indonesia telah mengajak seluruh bangsa dan negara di dunia untuk menentang penjajahan yang ada di atas bumi ini. Alasannya tentu saja karena hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip kebenaran, perikemanusiaan, dan perikeadilan.

Karena itu yang menjadi pertanyaan mengapa Indonesia masih saja membangun hubungan bisnis dan dagang dengan Israel yang zionis tersebut. Hal itu tentu sangat sulit diterima bila kita masih konsisten dengan nilai-nilai yang terdapat di dalam Mukadimah UUD 1945. Sebab melakukan hal demikian sama saja artinya kita membantu Israel berbuat hal yang tidak benar, tidak berperikemanusian dan tidak berperikeadilan terhadap rakyat Palestina.

Hal ini penting menjadi perhatian bersama. Sebab jika bicara tentang Israel dan Palestina serta kaitannya dengan negara kita maka dimensi yang dikedepankan tidak hanya masalah ekonomi dan bisnis saja tapi yang jauh lebih penting lagi dari itu adalah menyangkut masalah moral, adab, dan etika, serta nilai-nilai kebenaran, perikemanusiaan dan perikeadilan.

Untuk itu kita harap jangan sampai karena ingin mendapatkan keuntungan ekonomi yang sedikit, pemerintah mengorbankan nilai-nilai kebenaran, perikemanusiaan dan perikeadilan yang kita junjung tinggi selama ini secara bersama-sama.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement