Rabu 30 Oct 2024 12:58 WIB

Enam Organisasi Lingkungan Bentuk Koalisi Bantu Skema Konversi Utang ke Proyek Lingkungan

60 persen negara pendapatan rendah menilai upaya melindungi alam dibatasi utang.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Seekor beruang madu (Helarctos malayanus) mencari makan di tempat konservasi Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup (KWPLH) Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (16/2/2024).
Foto: ANTARA FOTO/ Rivan Awal Lingga
Seekor beruang madu (Helarctos malayanus) mencari makan di tempat konservasi Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup (KWPLH) Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (16/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, CALI -- Enam organisasi konservasi internasional meluncurkan koalisi baru untuk membangun standar praktik  konversi utang negara ke proyek iklim dan alam. Koalisi yang terdiri dari The Nature Conservancy; The Pew Charitable Trust; Conservation International; Re:wild; World Wildlife Fund (WWF) Amerika Serikat (AS) dan Wildlife Conservation Society juga akan membangun jalur pembagian proyek.

Dalam pernyataan bersama, enam organisasi itu mengatakan 60 persen negara pendapatan rendah menilai upaya mereka melindungi alam dibatasi utang. Sementara dana iklim dan alam senilai 100 miliar dolar AS dapat disalurkan dengan mengkonversi utang negara ke komitmen-komitmen konservasi.

"Apa yang coba dilakukan skema ini adalah bekerja sama dengan pemerintah yang menandatangani komitmen 30-by-30 yang jelas dan juga memiliki utang yang perlu dikonservasi," kata CEO The Nature Conservancy Jennifer Morris di sela Pertemuan Keanekaragaman Hayati (COP16) di Cali, Kolombia, Selasa (29/10/2024).

Dalam pertemuan tersebut, negara-negara membahas bagaimana mengimplementasikan 23 target yang ditetapkan kesepakatan Kunming-Montreal tahun 2022. Salah satu target itu mendorong negara-negara menyisihkan 30 persen wilayah daratan dan lautnya untuk konservasi pada tahun 2030. Target ini disebut 30-by-30.

Beberapa tahun terakhir, skema mengonversi utang menjadi proyek konservasi menarik perhatian, setelah dianggap berhasil di Belize dan Kepulauan Galapagos.

Presiden Kolombia Gustavo Petro menjadikan upaya mengatasi perubahan iklim dan melindungi alam sebagai ambisi utama pemerintahnya. Ia kerap meminta pemutihan utang negara-negara berkembang dengan imbalan proyek perlindungan lingkungan.

Pada awal bulan ini, Menteri Luar Negeri Kolombia Luis Gilberto Murillo mengatakan Petro dan Kanselir Jerman Olaf Scholz menggelar pembicaraan mengenai potensi mengonversi utang menjadi proyek lingkungan.

Dalam pernyataannya, koalisi enam organisasi lingkungan mengatakan mereka akan membangun standar praktik untuk mengkonversi utang menjadi komitmen-komitmen perubahan iklim dan perlindungan keanekaragaman hayati yang diperkirakan akan dipublikasikan pada awal 2025. Koalisi itu menambahkan standar tersebut akan fokus pada aspek-aspek seperti tata kelola dan operasi serta dana konservasi.

Koalisi ini juga akan fokus pada kerja sama proyek-proyek konversi utang, mengembangkan kebijakan, dan meningkatkan jumlah modal yang tersedia untuk peningkatan kredit seperti asuransi dan jaminan.

“Konversi utang menghasilkan win-win solution bagi pemerintah, masyarakat lokal, dan alam dengan mengurangi beban utang negara secara keseluruhan, menyediakan sumber daya untuk pembangunan ekonomi bagi masyarakat lokal, dan dengan membuka pendanaan untuk melestarikan ekosistem yang paling penting di suatu negara,” kata pelaksana tugas presiden dan CEO Wildlife Conservation Society Robb Menzi.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement