Selasa 03 Dec 2024 20:10 WIB

Peran Perguruan Tinggi Memajukan Agenda Perlindungan Data

Kolaborasi antara kampus dan pemangku kepentingan lain sangat diperlukan.

Sejumlah anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/9/2020). Rapat itu pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi.
Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Sejumlah anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/9/2020). Rapat itu pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi.

Oleh : Miftahul Ulum, dosen Prodi Ilmu Politik UMJ/Doktor Ilmu Politik dan Hubungan Internasional Bidang Keamanan Siber dari University of Warwick

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) Nomor 27 Tahun 2022 menandai tonggak penting dalam tata kelola digital di Indonesia. Dua tahun setelah undang-undang ini disahkan, pembahasan seringkali berfokus pada sektor swasta dan lembaga pemerintah. 

Namun belum banyak bahasan seputar lembaga lainnya, yaitu perguruan tinggi, yang pada hakikatnya memiliki peran ganda yang sangat penting: sebagai pemangku kepentingan utama yang terikat oleh ketentuan UU PDP sekaligus sebagai lembaga pendidikan yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kesadaran tentang perlindungan data. 

Dengan statusnya sebagai stakeholder-actor duality, istilah dualitas pemangku kepentingan dan aktor dalam Multi-stakeholder Governance Model, perguruan tinggi tidak hanya rentan terhadap pelanggaran data tetapi juga memiliki posisi strategis untuk mendorong praktik perlindungan data yang lebih baik. Kontribusi mereka krusial bagi keberhasilan agenda perlindungan data di Indonesia, meskipun mereka menghadapi berbagai tantangan yang harus diatasi untuk merealisasikan potensi penuh yang dimiliki.

Perguruan tinggi menyimpan sejumlah besar informasi pribadi yang sensitif, mulai dari data akademik mahasiswa hingga data penggajian staf. Oleh karena itu, mereka menjadi target yang semakin menarik bagi pelaku kejahatan siber. UU PDP secara tegas mewajibkan perguruan tinggi untuk melindungi data pribadi yang mereka kelola. Kepatuhan terhadap undang-undang ini bukan hanya kewajiban hukum tetapi juga upaya untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan. Kasus pelanggaran data yang beberapa waktu lalu melibatkan sektor pendidikan semakin menekankan pentingnya peran universitas dalam mematuhi undang-undang ini.

Namun, peran kampus tidak berhenti pada kewajiban kepatuhan saja. Sebagai institusi pendidikan, mereka juga bertanggung jawab untuk mendidik mahasiswa, generasi pekerja masa depan, tentang pentingnya privasi dan keamanan data. Dengan mengintegrasikan kesadaran tentang UU PDP ke dalam program akademik dan inisiatif penelitian, universitas dapat menanamkan nilai-nilai yang melampaui batas-batas kampus. Mereka memiliki kapasitas unik untuk memengaruhi pola pikir generasi muda dalam membangun budaya perlindungan data yang lebih luas di masyarakat.

Meskipun demikian, kampus menghadapi sejumlah tantangan signifikan. Keterbatasan sumber daya, terutama di kampus dengan pendanaan yang minim, seringkali menghambat mereka untuk berinvestasi dalam infrastruktur perlindungan data yang canggih. Selain itu, banyak kampus masih menggunakan sistem teknologi informasi (TI) yang usang, yang kurang mampu menghadapi ancaman keamanan siber modern.

Kurangnya pemahaman di kalangan staf, dosen, dan mahasiswa juga menjadi tantangan besar. Banyak yang belum memahami dengan jelas hak dan tanggung jawab mereka sesuai dengan UU PDP, sehingga menciptakan kerentanan yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan siber. Selain itu, kompleksitas regulasi membuat universitas yang tidak memiliki keahlian hukum khusus seringkali kesulitan untuk memahami dan mematuhi semua persyaratan.

Di balik tantangan ini terdapat peluang besar. Kampus dapat memanfaatkan kekuatan mereka dalam pendidikan untuk memasukkan prinsip-prinsip perlindungan data ke dalam kurikulum lintas disiplin, mulai dari teknologi informasi, hukum, hingga ilmu sosial. Sebagai pusat inovasi, institusi akademik juga memiliki posisi strategis untuk mengembangkan solusi mutakhir terhadap tantangan perlindungan data yang baru muncul, seperti etika kecerdasan buatan (AI) dan pengelolaan aliran data lintas batas. Selain itu, kampus memiliki peran penting dalam memperluas kesadaran tentang UU PDP ke luar dinding kampus, memperkuat upaya pemerintah dalam membangun masyarakat yang sadar privasi.

Untuk mengatasi tantangan ini dan mengoptimalkan peluang, perguruan tinggi perlu mengadopsi strategi internal yang efektif. Peningkatan infrastruktur TI yang mencakup alat keamanan siber canggih sangat penting untuk melindungi data pribadi. Audit berkala, pengujian penetrasi, dan pemantauan kepatuhan dapat memastikan bahwa sistem-sistem ini tetap efektif. Inisiatif pengembangan kapasitas, termasuk program pelatihan bagi staf dan kampanye literasi digital untuk mahasiswa, juga sangat penting. Selain itu, universitas harus mengintegrasikan topik-topik terkait perlindungan data ke dalam kurikulum mereka, memastikan bahwa lulusan memiliki pemahaman yang komprehensif tentang isu-isu privasi dan keamanan.

Pada tingkat eksternal, kolaborasi antara kampus dan pemangku kepentingan lain sangat diperlukan. Pemerintah harus memprioritaskan perguruan tinggi sebagai mitra utama dalam penerapan UU PDP, memberikan hibah dan dukungan teknis untuk mengatasi kesenjangan sumber daya. Kemitraan dengan perusahaan teknologi dapat memfasilitasi akses ke solusi keamanan siber yang mutakhir, sementara kampanye kesadaran bersama dapat melibatkan komunitas universitas sebagai duta perlindungan data. Selain itu, pembentukan jaringan perlindungan data di antara universitas akan memungkinkan mereka berbagi praktik terbaik, tantangan, dan solusi, sehingga meningkatkan kapasitas kolektif mereka untuk mematuhi dan mendukung penerapan UU PDP.

Selain itu, universitas memiliki peran unik dalam membentuk dimensi etis dan hukum perlindungan data di Indonesia. Penelitian akademik dapat memberikan wawasan penting tentang bagaimana menyeimbangkan privasi individu dengan kebutuhan keamanan publik serta menangani dilema etis yang terkait dengan big data dan AI. Dengan berkontribusi pada tinjauan legislatif dan memberikan masukan terhadap perbaikan regulasi, kampus dapat membantu memastikan bahwa kerangka tata kelola data di Indonesia tetap dinamis dan responsif terhadap kemajuan teknologi.

Untuk menjadi panutan, perguruan tinggi juga harus menunjukkan transparansi. Kebijakan perlindungan data yang jelas harus dipublikasikan, dan pelanggaran harus segera dilaporkan untuk membangun kepercayaan dengan masyarakat. Dengan menerapkan praktik terbaik dalam kepatuhan dan advokasi, universitas dapat menjadi model bagi sektor lain, berkontribusi pada budaya akuntabilitas yang lebih luas dalam tata kelola data.

Dua tahun setelah pengesahan UU PDP, universitas adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberhasilan undang-undang ini. Peran ganda mereka sebagai pemangku kepentingan dan institusi pendidikan menempatkan mereka pada posisi unik untuk menjembatani kesenjangan antara tujuan legislatif dan hasil praktis. Melalui investasi strategis, upaya kolaboratif, dan komitmen yang teguh terhadap prinsip perlindungan data, universitas dapat membantu membangun kerangka kerja yang kuat yang tidak hanya melindungi data pribadi tetapi juga mendukung transformasi digital Indonesia yang berkelanjutan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement