Selasa 10 Dec 2024 11:46 WIB

Prinsip Distribusi dalam Ekonomi Islam

Distribusi dalam ekonomi Islam harus dijalankan dengan nilai-nilai Islam.

Pedagang melayani pembeli di Pasar Senen, Jakarta, Senin (2/12/2024).
Foto: Republika/Prayogi
Pedagang melayani pembeli di Pasar Senen, Jakarta, Senin (2/12/2024).

Oleh : Adi Mansah, Kaprodi Ekonomi Islam FEB UMJ

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ajaran Islam hadir bukan hanya mengatur permasalahan ibadah dan akhlak saja melainkan permasalahan ekonomi, sumber dalam ekonomi Islam adalah Al-Quran dan Sunnah Nabi, dalam ajaran Islam sudah diatur mana yang dilarang dan mana yang dibolehkan, mana yang halal dan mana yang haram semua sudah dijelaskan  dengan tegas dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi yang menjadi syariat dan tuntunan bagi umat Islam.

Salah satu yang amat penting diperhatikan dalam ekonomi Islam ialah permasalahan distribusi, bahwa prinsip distribusi dalam ekonomi Islam harus dijalankan dengan nilai-nilai Islam seperti keadilan, keseimbangan dan pemerataan yang berujung kepada kemaslahatan kehidupan manusia baik dunia dan akhirat yang melahirkan falah.

Apabila diperhatikan bahwa makna distribusi dalam ekonomi Islam dapat dipahami sebagai proses penyaluran hasil produksi berupa barang dan jasa dari produsen ke konsumen guna memenuhi kebutuhan manusia, baik primer maupun sekunder. Dasar karakteristik pendistribusian adalah keadilan dan kejujuran, karena dalam Islam sekecil apapun perbuatan yang kita lakukan, semua akan dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat kelak. Pelaksanaan distribusi bertujuan untuk saling memberi manfaat dan menguntungkan satu sama lain (maslahah lil ammah).

Mengenai distribusi ini Allah Swt telah menegaskan dalam Al-Quran surat Al-Hasyr ayat 7:

“Bahwa supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”

Prinsip distribusi ekonomi Islam

Berdasarkan ayat di atas bahwa dapat dipahami dalam prinsip distribusi mengandung lima hal penting. Pertama, ajaran Islam sangat menekankan bahwa distribusi kekayaan yang adil dan merata supaya tidak terjadi ketimpangan sosial. Kekayaan yang hanya berputar di kalangan orang kaya akan menyebabkan kesenjangan ekonomi dan menyebabkan ketidakseimbangan sosial yang pada akhirnya dapat merugikan masyarakat secara keseluruhan.

Cara selanjutnya Islam mendorong distribusi kekayaan adalah melalui kewajiban menunaikan zakat. Zakat diambil dari harta orang kaya untuk diberikan kepada yang membutuhkan, seperti fakir miskin, anak yatim, dan golongan lain yang berhak menerimanya. Selain itu, infak dan sedekah juga dianjurkan sebagai bentuk keikhlasan dalam membantu sesama dan menjadi amal yang tidak pernah siap-sia dan takkan merugi bagi yang melakukannya.

Islam juga melarang manusia dalam praktik menumpuk harta tanpa memberikan manfaat bagi orang lain. Harta dianggap sebagai amanah yang harus digunakan untuk kebaikan lebih luas, termasuk membantu orang miskin, menciptakan lapangan kerja, dan mendukung kemajuan masyarakat dan sebagainya. Menumpuk harta hanya akan membuat pemiliknya semakin menderita dan akan lama hisabnya di hari akhirat nanti.

Keempat, dalam Islam, berbagi kepada sesama bukan hanya hanya sekedar melepas kewajiban, akan tetapi juga sebagai jalan untuk mendapatkan keberkahan harta. Sebagai seorang muslim kita harus yakin bahwa setiap harta yang dikeluarkan untuk kebaikan akan membawa kepada keberkahan hidup dan Allah akan memberikan balasan yang berlipat ganda di akhirat.

Akhirnya, Islam mendorong mekanisme ekonomi yang menghindari eksploitasi, egoisme, seperti riba, monopoli, dan sistem yang hanya menguntungkan segelintir orang kaya saja. Sistem ini memastikan semua lapisan masyarakat mendapatkan kesempatan untuk sejahtera yang sama dapat diberikan secara berkelanjutan dan tidak terputus.

Ada juga sejumlah tujuan mendasar dalam distribusi dalam ekonomi Islam. Diantaranya, menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, mengurangi ketidaksamaan pendapatan dan kekayaan dalam masyarakat, dan untuk menyucikan jiwa dan harta dari segala bentuk kotoran lahiriah ataupun batin. Selain itu, untuk membangun generasi yang unggul karena generasi muda merupakan penerus dalam sebuah kepemimpinan suatu bangsa. Tujuan lainnya adalah untuk mengembangkan harta dari sisi spritual dan ekonomi, untuk pendidikan dan menegembangkan dakwah Islam melalui ekonomi, dan menuju terbentuknya solidaritas sosial dikalangan masyarakat.

Etika perekonomian

Terdapat beberapa etika yang juga harus diperhatikan dalam konsep distribusi Islam yang menjadi penciri prinsip ekonomi Islam. Yang pertama, Islam menekankan pentingnya keadilan (al-’adl) dalam distribusi kekayaan, yang mana semua individu memiliki hak atas sumber daya dan peluang ekonomi. Ketimpangan ekstrem harus dihindari, dan kekayaan tidak boleh hanya menumpuk pada segelintir orang.

Etika selanjutnya, pengusaha harus menjaga ketepatan waktu penyerahan barang atau delivery. Para pengusaha muslim perlu berlapang dada untuk mau belajar mengenai hal ini dari praktek bisnis yang berlangsung di beberapa negara lain yang dikenal baik dalam menepati waktu termasuk waktu penyerahan barang. 

Pengusaha juga harus menjaga kualitas barang yang disalurkan atau dijual. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pembeli akan rela membayar lebih untuk kualitas yang lebih tinggi. 

Yang tak kalah penting adalah barang yang halal dan bersih. Pengusaha atau pedagang makanan dan minuman, harus selalu menaruh perhatian dalam menjaga kehalalan barang dagangan. Caranya dengan memastikan bahan-bahan serta cara pengolahan dapat dipastikan dengan produk yang sudah tersertifikasi oleh MUI. Juga dalam menjaga kebersihan wadah dan tempat penyajiannya harus dipastikan terbebas dari kotoran dan najis lainnya. 

Selanjutnya, etika bisnis Islam juga melarang memiskinkan atau merugikan orang lain. Islam melarang praktik eksploitasi seperti riba, gharar (ketidakpastian), dan monopoli, yang dapat menciptakan ketidakadilan serta terzaliminya hak-hak orang lain apalagi sampai mematikan usaha pesaing dengan cara-cara yang licik. 

Islam juga mengajarkan distribusi ekonomi yang bersifat memberdayakan, bukan sekadar memberikan secara konsumtif. Contohnya, memberikan modal atau pelatihan kepada yang membutuhkan agar mereka dapat mandiri secara ekonomi kemudian dengan keberhasilan yang mereka dapatkan juga bisa diberikan manfaat kepada orang lain lebih luas dan berkelanjutan. 

Dalam aktivitas ekonomi, Islam menuntut transparansi dan kejujuran. Distribusi kekayaan tidak boleh dicapai melalui kecurangan, manipulasi, atau pengkhianatan termasuk melakukan kezaliman terhadap hak-hak orang lain. 

Distribusi ekonomi dalam Islam juga bertujuan untuk keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan tanggung jawab akhirat. Harta yang dimiliki harus digunakan untuk kebaikan, baik untuk diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat. 

Etika lainnya, setiap individu memiliki hak yang sama untuk memperoleh akses terhadap sumber daya dan peluang ekonomi. Islam mengutuk diskriminasi yang menyebabkan ketidakadilan dalam distribusi kekayaan. 

Distribusi ekonomi harus memperhatikan kemaslahatan umat secara keseluruhan. Kebijakan ekonomi Islam bertujuan menciptakan masyarakat yang sejahtera, adil, dan harmonis tanpa memandang ras suku dan agama.

Secara kesimpulan bahwa etika distribusi ekonomi Islam tidak hanya tentang keadilan materi, tetapi juga mencakup nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial. Prinsip-prinsip ini memastikan bahwa kekayaan digunakan untuk kebaikan bersama, mengurangi kemiskinan, dan membangun masyarakat yang lebih adil dan seimbang demi terwujudnya kesejahteraan secara kaffah dan memperoleh falah dunia dan akhirat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement