Senin 13 Jan 2025 07:45 WIB

PBB Minta Subsidi Bahan Bakar Fosil Dipangkas Demi Transisi Energi

Pemerintah diminta mengalihkan subsidi bahan bakar ke investasi transisi energi.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres meminta kepada seluruh negara agar memangkas subsidi bahan bakar fosil. (ilustrasi)
Foto: AP Photo/Themba Hadebe, File
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres meminta kepada seluruh negara agar memangkas subsidi bahan bakar fosil. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres meminta kepada seluruh negara agar memangkas subsidi yang dialokasikan untuk bahan bakar fosil, dan mengalihkan anggaran tersebut untuk proyek transisi energi.

“Pemerintah, masyarakat sipil, pengusaha, dan lain-lain harus bekerja sama untuk mendukung transisi energi, termasuk mengalihkan subsidi bahan bakar fosil ke investasi dalam transisi energi,” ucap Antonio Guterres pada pembukaan Sidang Majelis Umum ke-15 IRENA di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Ahad (12/1/2025).

Baca Juga

Sidang Majelis Umum Ke-15 Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) digelar untuk mempercepat transisi energi di tingkat global, terlebih di tengah terombang-ambingnya bahan bakar fosil akibat konflik di Timur Tengah yang mengancam ketahanan energi, serta cuaca ekstrem di seluruh dunia.

Guterres mengingatkan agar transisi energi yang berlangsung juga memperhatikan keadilan bagi pihak-pihak yang terdampak, seperti pihak yang berasal dari kelas pekerja dan berbagai komunitas di kalangan masyarakat.

Berdasarkan perkembangan terkini, Guterres menilai implementasi energi terbarukan berlangsung dengan pesat, disertai dengan harga energi yang terus menurun. “Era energi bersih akan tiba,” ucap Guterres.

Akan tetapi, negara-negara berkembang masih tertinggal dari proses tersebut, sehingga dibutuhkan percepatan dalam transisi energi bagi negara-negara berkembang. Adapun penyebab dari sulitnya transisi energi di negara-negara berkembang adalah masalah pembiayaan.

Sejak 2016, lanjut Gutteres, negara-negara berkembang hanya menerima satu dari lima dolar AS investasi global untuk energi bersih.

Oleh karena itu, ia menyampaikan bahwa kendala finansial harus mampu diatasi bersama-sama, yakni dengan cara meningkatkan kapasitas pinjaman dari Bank Pembangunan Multilateral, meningkatkan pembiayaan konsesi, dan mengambil langkah efektif terhadap utang. “Kita juga membutuhkan harga karbon yang efektif dan inovasi-inovasi sumber pembiayaan,” ucap Guterres.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement